Kamis 09 Sep 2021 18:25 WIB

Ashraf Ghani Menyesal Tinggalkan Afghanistan

Mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menyesali kejatuhan pemerintahannya.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Agung Sasongko
FILE - Dalam file foto 21 Maret 2021 ini, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani berbicara dalam upacara merayakan Tahun Baru Persia, Nowruz di istana kepresidenan di Kabul, Afghanistan. Presiden Afghanistan yang diperangi meninggalkan negara itu pada hari Minggu, 15 Agustus 2021, bergabung dengan warga negaranya dan orang asing dalam penyerbuan yang melarikan diri dari Taliban yang maju dan menandakan berakhirnya eksperimen Barat selama 20 tahun yang bertujuan untuk membangun kembali Afghanistan.
Foto: AP/Rahmat Gul
FILE - Dalam file foto 21 Maret 2021 ini, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani berbicara dalam upacara merayakan Tahun Baru Persia, Nowruz di istana kepresidenan di Kabul, Afghanistan. Presiden Afghanistan yang diperangi meninggalkan negara itu pada hari Minggu, 15 Agustus 2021, bergabung dengan warga negaranya dan orang asing dalam penyerbuan yang melarikan diri dari Taliban yang maju dan menandakan berakhirnya eksperimen Barat selama 20 tahun yang bertujuan untuk membangun kembali Afghanistan.

IHRAM.CO.ID,  DUBAI -- Mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menyesali kejatuhan pemerintahannya. Hal itu diungkap dalam akun twitter-nya,

 

Baca Juga

"Dengan penyesalan yang mendalam dan mendalam bahwa bab saya sendiri berakhir dengan tragedi yang sama dengan pendahulu saya, tanpa memastikan stabilitas dan kemakmuran. Saya meminta maaf kepada orang-orang Afghanistan bahwa saya tidak dapat mengakhirinya secara berbeda," ujar Ghani.

Ghani mengatakan, pergi atas desakan tim keamanannya. Tim tersebut mengatakan bahwa jika dia tetap tinggal, ada risiko pertempuran mengerikan yang sama yang dialami kota selama Perang Saudara 1990-an.

"Meninggalkan Kabul adalah keputusan paling sulit dalam hidup saya, tapi saya yakin itu satu-satunya cara untuk membungkam senjata dan menyelamatkan Kabul dan enam juta warganya," kata Ghani.

Pernyataan itu sebagian besar menggemakan pesan yang dikirim Ghani dari Uni Emirat Arab segera setelah kepergiannya. Alasan tersebut menuai kritik pahit dari mantan sekutu yang menuduhnya berkhianat.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement