IHRAM.CO.ID, DIRIYAH -- Kepala Unit Negara Arab di UNESCO May Shaer mengaku kagum pada Museum Diriyah, bekas istana yang terkenal dengan arsitektur bata lumpurnya, yang telah berdiri selama 250 tahun. Letaknya yang tersembunyi di lembah sempit Wadi Hanifah membuatnya bekas rumah Al Bujairi ini terhindari dari pengaruh luar yang berpotensi merusak keasliannya, kata Shaer.
“Mungkin iklim yang keras memperlakukan oasis rumah bata lumpur dan benteng ini sedikit lebih ramah daripada situs warisan bersejarah lainnya di padang pasir? Atau apakah metode bangunan bata lumpur kuno, yang menyebabkan sedikit atau tidak ada kerusakan pada lingkungan dan bekerja selaras dengan kapasitas alami ekologi lokal, lebih tangguh daripada teknologi arsitektur modern?” ujar pejabat yang juga merupakan arsitektur itu.
“Tidak sering Anda menemukan contoh yang tersisa dari pemukiman perkotaan homogen lengkap yang makmur di lingkungan gurun. Dalam hal itu, Diriyah sangat langka,” kata Shaer.
Diriyah, yang hampir seluruhnya terdiri dari bata lumpur ini ditinggalkan penduduknya pada 1818, ketika tentara Ottoman menyerang, dan memaksa para penduduk hijrah ke Riyadh dan meninggalkan sisa-sisa bekas ibu kota mereka. Penulis Inggris Robert Lacey menyamakan Diriyah dengan "Pompeii yang tertiup pasir," menggambarkannya sebagai "pengingat abadi dari batas kemungkinan."