IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Sudah masyhur bahwa jazirah Arab adalah wilayah yang tandus dan gersang. Pada 1979, Arab Saudi membuat program terhadap gerakan penghijauan demi warganya mendapat penyegaran udara.
"Gerakan penghijauan ini dilakukan di berbagai kota di Arab Saudi seperti Mekkah, Madinah, Mina dan Jeddah," tulis H. Harun Keuchik Leumiek dalam bukunya "Menelusuri Jejak Sejarah Islam Melalui Ritual Ibadah Haji".
Untuk melanjutkan program gerakan penghijauan ini, di dalam kota ditanami dengan berbagai jenis pepohonan rindang. Pohon-pohon tersebut dirawat dengan sangat baik yang dibiayai langsung oleh kerajaan.
"Seperti di Madinah misalnya, penanaman pohon itu tidak hanya dilakukan di dalam kota, tapi juga digalakkan hingga ke kampung-kampung penduduk di Madinah," katanya.
Memang tidak semua pohon yang ditanam di Arab itu bisa diharapkan tumbuh dengan rindang. Jadi ada pohon-pohon tertentu yang dapat tumbuh hijau yang sesuai dengan iklim dan situasi tanahnya. Perawatan terhadap pohon-pohon penghijauan yang ditanami di Arab kelihatan sangat diistimewakan.
"Setiap sore datang mobil tangki menyiram pohon-pohon tersebut.Walau pohon itu telah besar dan tua, tapi tetap disiram dari pucuk sampai ke bawah pohon hingga air siraman itu sampai tergenang di akar pohon," katanya.
H Harun menceritakan, saat melaksanakan ibadah haji tahun 1979, ketika itu terlihat beberapa kilometer sepanjang jalan hendak memasuki kota Madinah telah ditanam pepohonan yang masih agak kecil dengan pagar pengamannya yang sangat baik. Harun membayangkan bila ada dari salah satu pohon yang ditanam itu tidak tumbuh atau mati bisa kita anggap paling rugi.
"Karena dari bentuk pagar pengamannya saja sudah cukup mahal bila dibandingan dengan pagar pengaman penanaman pohon di Indonesia," katanya.
Pagar pengaman pohon di Mekkah atau di Madinah terbuat dari besi bulat yang ditanamkan di atas beton, persis seperti sangkar binatang buas yang sering kita lihat di kebun binatang. Begitu pula perawatannya, kalau boleh diibaratkan orang merawat pohon yang di Arab hampir sama seperti merawat seorang bayi.
Menyangkut kebersihan kota, sejauh yang Harum amati selama berada di beberapa kota pada waktu melaksanakan ibadah haji tahun 1979, seperti kota Jeddah, Makkah dan Madinah adalah kota terbersih dengan jalan lebar yang mulus. Akan tetapi di kota Mina kebersihannya agak kurang dipertahankan.
Kota Mina memang termasuk sebuah kota kecil dengan penduduk lebih kurang 2.000 orang. Namun pada setiap musim haji kota
Mina ini menjadi penting dikunjungi selama tiga atau empat hari. Jutaan jemaah berkumpul di kota kecil Mina yang dikelilingi oleh gunung batu, sehingga jutaan jamaah yang berkumpul di Mina terasa agak sempit dan berdesakan, hal ini sangat terasa terutama pada saat melempar jumrah.
Dapat dibayangkan dari dua juta jamaah yang berkumpul di Mina pada waktu penulis melaksanakan ibadah haji, masing-masing mereka tentu saja ingin saling mendahului untuk mendapatkan kesempatan pelemparan jumrah. Namun Alhamdulillah, saat penulis melaksanakan ibadah haji tahun 1979 itu tidak terdengar adanya musibah diantara jamaah berdesakan.
Jadi tidak heran kalau kota Mina menjadi kewalahan petugas kebersihan dalam mengontrol sampah dan barang bekas selama para jemaah bermalam di Mina. Kaleng-kaleng bekas dipakai para jamaah bertumpuk-tumpuk seperti gunung dan sampah-sampah bertimbunan dimana-mana.
Hal itu mulai terlihat pada hari kedua jemaah haji berada di Mina, sehingga keadaan kota Mina tampak kotor dan bahkan sesekali sempat menimbulkan bau tidak sedap. Menurut informasinya berada di sana tahun 1979, pihak kerajaan sedang memikirkan bagaimana mengatasi problem pananganan sampah di kota Mina terutama pada setiap musim haji.