Rabu 03 Nov 2021 10:07 WIB

200 Anggota Kongres Tolak Pembukaan Konsulat AS di Yerusalem

Pembukaan kantor konsulat jenderal AS di Yerusalem ditentang Israel

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Presiden Joe Biden
Foto: AP/Evan Vucci
Presiden Joe Biden

IHRAM.CO.ID, WASHINGTON -- Setidaknya 200 anggota Kongres telah menandatangani surat yang menentang pembukaan kembali Konsulat Amerika Serikat (AS) di Yerusalem Timur yang diduduki. Surat tersebut disampaikan ke Presiden AS Joe Biden dan ditandatangani oleh semua pimpinan House of Representative dari Partai Republik.

Dalam surat itu disebutkan bahwa, pembukaan kembali Konsulat AS di Yerusalem bertentangan dengan Undang-Undang Kedutaan Yerusalem tahun 1995. Konsulat Jenderal AS di Yerusalem yang didirikan pada 1844, tidak dimaksudkan untuk melayani orang-orang Palestina di ibu kota Israel.

Baca Juga

Undang-Undang Kedutaan Yerusalem tahun 1995, mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Negara Israel dan menyerukan agar Yerusalem tetap menjadi kota yang tidak terbagi.

"Pemerintahan Anda akan menciptakan situasi sesat di mana AS pada dasarnya akan memiliki dua misi diplomatik terpisah di ibu kota Israel," ujar isi surat itu, dilansir Middle East Monitor, Rabu (3/11).

Selama era pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, konsulat dihapus dan diubah menjadi Unit Urusan Palestina. Unit tersebut digabung dengan kedutaan AS setelah dipindahkan dari Tel Aviv ke Yerusalem pada 2018. Pemindahan kedutaan itu merupakan langkah AS untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menegaskan rencana pemerintahan Biden untuk membuka kembali konsulat di Yerusalem. Pembukaan ini sebagai bagian dari upaya untuk membangun kembali hubungan dengan Palestina. Namun Blinken tidak menyebutkan kapan kantor konsulat AS akan dibuka kembali.

Pembukaan kembali kantor konsulat jenderal AS di Yerusalem mendapatkan pertentangan dari Israel. Menteri Luar Negeri Israel, Yair Lapid, memperingatkan bahwa, pembukaan kembali konsulat jenderal AS di Yerusalem adalah ide yang buruk.

"Itu akan mengirim pesan yang salah, tidak hanya ke kawasan, tidak hanya ke Palestina, tetapi juga ke negara lain, dan kami tidak ingin ini terjadi," kata Lapid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement