Jumat 05 Nov 2021 05:15 WIB

Akankah Larangan Jilbab Berlaku di Australia?

Perlindungan terhadap diskriminasi agama hanya ada di separuh negara bagian Australia

Rep: Rossi Handayani/ Red: Agung Sasongko
 Anggota komunitas Muslim pergi setelah merayakan liburan Islam Idul Adha di Masjid Auburn Gallipoli di Sydney, Australia, 31 Juli 2020. New South Wales telah memberikan pengecualian bagi 400 orang untuk berkumpul di sebuah masjid di Sydney barat untuk merayakan Idul Fitri Idul Adha adalah yang paling suci dari dua hari libur Muslim yang dirayakan setiap tahun, itu menandai ziarah tahunan Muslim (Haji) untuk mengunjungi Mekah, tempat paling suci dalam Islam. Muslim menyembelih hewan kurban dan membagi daging menjadi tiga bagian, satu untuk keluarga, satu untuk teman dan kerabat, dan satu untuk orang miskin dan yang membutuhkan.
Foto:

Undang-undang anti-separatisme memiliki banyak implikasi bagi kebebasan beragama umat Islam yang tinggal di Prancis. Ini termasuk penjagaan polisi yang ketat terhadap tempat-tempat ibadah dan organisasi keagamaan, serta pemberlakuan pembatasan terhadap 'homeschooling' bagi siswa Muslim.

"Meskipun di luar cakupan artikel ini untuk mencakup semua implikasi ini, salah satu elemen paling kontroversial dari undang-undang tersebut adalah perluasan dari apa yang disebut 'prinsip netralitas' yang melarang pegawai negeri sipil mengenakan simbol agama, seperti hijab muslim dan mengekspresikan pandangan politik, di luar pegawai sektor publik hingga semua kontraktor swasta layanan publik, seperti mereka yang bekerja untuk perusahaan transportasi," papar Hashimi.

Amandemen lainnya juga dimasukkan dalam rancangan awal RUU tersebut, yang mencakup larangan pakaian renang ukuran penuh (burkini), serta larangan anak perempuan di bawah 18 tahun mengenakan jilbab di depan umum, dan ibu-ibu dari mengenakan jilbab pada perjalanan sekolah anak-anak mereka. Amandemen ini kemudian dibatalkan. 

"Terlepas dari desakan berulang kali pemerintah Prancis bahwa undang-undang ini tidak serta merta memilih komunitas Muslim, namun jelas bahwa undang-undang anti-separatisme memang menargetkan Muslim mengingat efeknya yang tidak proporsional terhadap kebebasan perempuan Muslim," kata Hashimi. 

Dia mengungkapkan, memang sulit memahami mengapa negara Barat, mencoba mengganggu cara wanita memilih untuk berpakaian. Negara, yang mengklaim memperjuangkan nilai-nilai liberal dan hak asasi manusia, terlebih lagi yang memproklamirkan diri sebagai benteng nilai-nilai liberal seperti Prancis.

"Bisakah undang-undang serupa disahkan di Australia? Jawaban singkatnya adalah, ya. Jawaban panjangnya adalah, mungkin ada jalan hukum, tetapi terbatas," kata Hashimi yang juga asisten peneliti dan tutor kasual di Western Sydney University.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement