Senin 08 Nov 2021 11:11 WIB

Roehana Koeddoes, Wartawati Pertama Indonesia

Google Doodle mengangkat Roehana Koeddoes.

Rep: Puti Almas/ Red: Agung Sasongko
Google Doodle mengangkat Roehana Koeddoes.
Foto:

Dengan semangat dan pengetahuannya, Roehana mendirikan sekolat keterampilan khusus perempuan bernama Sekolah Kerajinan Amai Setia pada 11 Februari 1911 di Nagari Koto gadane, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Di sini, berbagai keterampilan untuk perempuan diajarkan, seperti mengelola keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda. 

Banyak rintangan yang dihadapi oleh Roehana selama memperjuangkan cita-citanya untuk memperbaiki nasib kaum perempuan. Mulai dari benturan sosial, bahkan fitnahan. Namun, apa yang dihadapi olehnya membuat ia semakin tegar dan yakin dengan apa yang diperjuangkannya. 

Roehana juga menjalin kerjasama dengan pemerintah Belanda karena ia sering memesan peralatan dan kebutuhan jahit-menjahit untuk kepentingan sekolahnya. Selain itu, ia menjadi perantara untuk memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang memang memenuhi syarat ekspor.  

Pada akhirnya, itu menjadikan sekolah Roehana berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli yang anggotanya semua perempuan yang pertama di Sumatra Barat. Banyak petinggi Belanda yang kagum atas kemampuan dan kiprahnya. 

Kiprah Roehana menjadi topik pembicaraan di Belanda. Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatra Barat.

Sebagai sosok yang dikenal di dunia jurnalistik, Roehana pada awalnya memiliki keinginan berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di kampungnya. Ini ditunjang dengan hobi menulis, yang kemudian berujung dengan diterbitkannya surat kabar perempuan yang diberi nama Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912. 

Soenting Melajoe merupakan surat kabar yang terbit tiga kali dalam seminggu. Soenting Melajoe tercatat dalam sejarah sebagai surat kabar perempuan pertama di Indonesia, di mana pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan.

Sepanjang hidupnya, Roehana menghabiskan waktu dengan belajar dan mengajar. Ia terus bertekad mengubah paradigma dan pandangan masyarakat Koto Gadang terhadap pendidikan untuk perempuan yang menilai bahwa Kaum Hawa tidak perlu menandingi laki-laki dengan bersekolah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement