REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Gerakan Jihad Islam di Palestina memprotes langkah Otoritas Palestina bekerja sama dengan Israel. Gerakan tersebut menyampaikan, kerjasama keamanan dan intelijen antara Otoritas Palestina dan Israel telah mencapai tingkat berbahaya dan belum pernah terjadi sebelumnya.
"Penindasan, pengejaran dan penahanan politik terus menerus oleh PA terhadap para pemimpin dan aktivis adalah bentuk dukungan bagi upaya pendudukan Israel untuk memadamkan revolusi yang sedang berlangsung di Tepi Barat yang diduduki," kata dia seperti dilansir Middle East Monitor, Sabtu (22/1).
Gerakan Jihad Islam di Palestina mengutuk penahanan Sheikh Abdul Ra'ouf Al-Jaghoub oleh badan keamanan Otoritas Palestina, selain penahanan dua aktivis lainnya, Motasem Dweekat dan Bilal Hamayel.
Pada saat yang sama, gerakan itu juga menyerukan Otoritas Palestina untuk segera membebaskan tahanan politik dan aktivis dan berhenti memanggil mantan tahanan yang dibebaskan dari penjara Israel.
Gerakan Jihad Islam juga mendesak tokoh-tokoh nasional untuk mengangkat suara mereka melawan Otoritas Palestina dan menekannya untuk menghentikan kampanyenya. "Semua upaya yang bertujuan untuk menghentikan Intifada yang sedang berlangsung dan keterlibatan dengan pendudukan akan gagal," kata gerakan itu menekankan.
Komite Keluarga Tahanan Politik melaporkan 2.578 pelanggaran hak yang dilakukan oleh Otoritas Palestina terhadap warga Palestina pada 2021.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas melakukan kunjungan langka ke Israel pada 28 Desember lalu, untuk melakukan pembicaraan dengan Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz. Ini merupakan langkah terbaru dalam serangkaian pertemuan oleh pejabat tinggi Israel dengan pemimpin Palestina.
Seorang pejabat senior Palestina mengatakan, pertemuan pada larut malam itu berlangsung di kediaman Gantz di Israel tengah. Pejabat yang berbicara dengan syarat anonim itu mengatakan, ini adalah pertama kalinya Abbas bertemu dengan seorang pejabat Israel di Israel sejak 2010. Gantz mengatakan, dalam pertemuan dengan Abbas, dia berkomitmen untuk memajukan langkah-langkah membangun kepercayaan, serta memperdalam koordinasi keamanan.
Sementara ajudan utama Abbas, Hussein Al Sheikh, mengatakan, pertemuan itu berurusan dengan pentingnya menciptakan cakrawala politik, termasuk membahas kondisi lapangan yang tegang karena tindakan para pemukim. Dia mengatakan, pertemuan itu juga membahas masalah keamanan, ekonomi dan kemanusiaan. Namun, tidak ada pembicaraan damai secara substantif antara Israel dan Palestina selama lebih dari satu dekade.