Sabtu 12 Mar 2022 23:00 WIB

Riset: Dua Pertiga Muslim Amerika Alami Diskriminasi di Tempat Kerja

Dua Pertiga Muslim Amerika alami diskriminasi di tempat kerja.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Islamofobia (ilustrasi)
Foto:

Ketiga kelompok ini, terutama Muslim dan Yahudi, menggambarkan perasaan tidak nyaman saat diminta untuk merayakan hari besar keagamaan atau mengenakan pakaian keagamaan di tempat kerja dan menyebutkan pengalaman negatif yang mereka alami dengan atasan dan rekan kerja.

Muslim dan Yahudi kemungkinan besar merasa mereka perlu mengecilkan atau menyembunyikan agama mereka di tempat kerja. Rekan penulis yang merupakan seorang peneliti pascadoktoral di University of Texas Health Science Center di Houston, Deidra Coleman, mengatakan penyembunyikan identitas sering digunakan oleh orang-orang yang merupakan bagian dari kelompok yang distigmatisasi.

"Ini adalah cara proaktif untuk 'menangani' antisipasi diskriminasi agama, tetapi dapat berdampak negatif pada kesehatan mental seseorang," kata Coleman.

Peneliti utama Elaine Howard Ecklund, direktur RPLP dan Ketua Herbert S. Autrey dalam Ilmu Sosial di Rice, mengatakan temuan ini menantang pengusaha untuk mempertimbangkan kembali bagaimana mereka berpikir tentang diskriminasi agama. Dia mengatakan, memahami bagaimana menyeimbangkan kelompok dan perspektif yang berbeda sambil menunjukkan kepekaan kepada semua yang terlibat itu rumit. 

"Saya pikir pelajaran yang baik untuk divisi sumber daya manusia adalah membuat orang merasa diterima dan nyaman di tempat kerja yang memerlukan lebih dari makanan khusus dan tempat untuk berdoa," katanya.

Ecklund menambahkan, interaksi sehari-hari di antara rekan kerja itu sangat penting, tetapi mereka lebih sulit untuk diperbaiki tanpa pendidikan yang tepat. Ia mengatakan, pelatihan di tempat kerja harus mencakup latihan yang secara khusus menargetkan semua jenis diskriminasi agama.

 

Penelitian ini merupakan bagian dari RPLP's Faith at Work: An Empiris Study, yang mencakup survei terhadap lebih dari 11.000 orang dan wawancara mendalam dengan 200 orang lebih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement