Rabu 23 Mar 2022 17:17 WIB

Shalahuddin al-Ayyubi, Sang Pembebas Baitul Maqdis (II)

Sultan Shalahuddin al-Ayyubi tidak hanya bermental pemberani.

Saladin
Foto: wordpress.com
Saladin

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Berasal dari Suku Kurdi yang terkenal tangguh, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi tidak hanya bermental pemberani. Walaupun kuat, sosok yang berjulukan Singa Padang Pasir tersebut selalu mengutamakan jalan tengah.

Apabila musuhnya menginginkan negosiasi damai, seperti yang terjadi pada Baldwin IV, maka itulah yang ditempuhnya. Kalaupun musuhnya sudah dalam keadaan terjepit, pembantaian tidak menjadi opsi yang diambilnya. Apatah lagi membunuh masyarakat sipil, ibu, anak-anak, dan orang tua-- seperti yang dilakukan Pasukan Salib saat menjajah Baitul Maqdis pada 1099.

Baca Juga

Dalam buku The Crusades through Arab Eyes, Amin Maalouf, menjelaskan, Sultan Shalahuddin memiliki watak yang ramah. Ia menaruh hormat pada kawan dan lawan yang mengutamakan koeksistensi. Pernah suatu ketika, dalam masa damai, sejumlah bangsawan Kristen dari Antiokhia mendatanginya untuk meminta kembali daerah yang direbut Muslimin empat tahun sebelumnya. Permintaan itu kemudian dikabulkan sang sultan.

Dalam buku Orientalis dan Diabolisme Pemikiran karya Syamsuddin Arif dijelaskan, kepribadian Shalahuddin yang mengundang respek. Misalnya, ketika sang pemimpin Muslim menyediakan dokter pribadinya untuk mengobati sakit kusta yang diderita Raja Baldwin IV. Bahkan, kecenderungannya pada perdamaian juga tampak sebelum dirinya menjadi penguasa Syam.

Saat mula-mula menjadi penguasa di Kairo, tokoh yang disebut Barat sebagai Saladin itu tak serta-merta mengusir keluarga Dinasti Fatimiyyah dari istana-istana mereka. Ia menunggu sampai raja daulah Syiah tersebut, yakni al-Adid, wafat pada 1171. Barulah sesudah itu, para bangsawan Fathimiyah yang tersisa diantarkan ke tempat pengasingan mereka.

Gerbang menuju kota tempat benteng istana berada dibukanya untuk umum. Rakyat diperbolehkan tinggal di kawasan yang sebelumnya dikhususkan bagi kalangan bangsawan Fatimiyyah.

Di Kairo, sosok yang berhaluan Sunni itu tak hanya membangun masjid dan benteng, tetapi juga madrasah, rumah sakit, dan pertanian. Bahkan, ia menjalankan kebijakan terkait umat-umat non- Islam agar mereka dapat beribadah dengan tenteram dalam gereja. Ditetapkannya hari Senin dan Se lasa sebagai waktu tatap muka. Siapa saja rakyat--apa pun agama mereka--yang me merlukan bantuannya, dapat mendatanginya.

 

sumber : Islam Digest
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement