IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Para penyelenggara pendidikan Alquran, terutama yang memiliki santri berkebutuhan khusus. Direktur Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) Waryono Abdul Ghafur mengatakan, giat bertajuk “Peningkatan Kompetensi Metode Pembelajaran Alquran” ini bertujuan lebih memasyarakatkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan Alquran.
Menurutnya, selama ini pendidikan Alquran belum menyentuh kalangan difabel secara maksimal, baru sebagian kecil dilaksanakan oleh komunitas dalam lingkup yang lebih sederhana.
Padahal, Waryono menyebut setiap individu muslim berhak mendapatkan akses pendidikan Al-Qur’an. Islam juga mengajarkan umatnya untuk tidak diskriminatif. “Pelatihan ini digelar untuk membuka akses lebih luas bagi orang berkebutuhan khusus untuk mendapat pembelajaran membaca Alquran,” kata dia dalam keterangan yang didapat Republika, Kamis (26/5).
Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, Rohmat Mulyana yang juga Ketua Pokja Inklusi mengapresiasi kegiatan ini. Menurutnya, pendidikan inklusi pada pembelajaran Alquran ini sangat luar biasa.
"Hakikat pendidikan adalah mengembangkan potensi setiap individu sesuai minat dan bakat. Idealnya setiap anak didik dilayani beberapa guru,” ujarnya.
Pendidikan inklusi pada prinsipnya menghargai keunikan setiap individu. Dalam konteks layanan Pendidikan Alquran inklusi, anak yang belajar Alquran berkebutuhan khusus harus dipersiapkan lebih memadai, termasuk dari regulasi yang sudah ada.
Kegiatan yang diinisiasi Subdit Pendidikan Al-Qur’an ini diselenggarakan selama 3 hari, 18-20 Mei 2022 di Bandung. Giat tersebut diikuti penyelenggara Pendidikan Alquran terutama yang berkebutuhan khusus, jajaran Kemenag Provinsi dan Kankemenag Kab/Kota terdekat, serta Staf Subdit.
Hadir juga sebagai narasumber, Ustadz Basuki dari Komunitas Tunanetra “Sahabat Mata” Semarang, Ustadz Dr. Ridwan Effendi selaku Pengasuh Pondok Pesantren Tunanetra Darusshudur Bandung, serta Dr. Muhrison dari CISForm Yogyakarta.
Kasubdit Pendidikan Alquran Makhrus menambahkan, selain pemberian materi dari narasumber, peserta juga diajak melihat praktik pembelajaran Alquran di Pesantren Tunanetra Darushshudur Kabupaten Bandung.
Adapun langkah ini diharapkan dapat memberikan motivasi baru bagi para peserta, sekaligus pengambil kebijakan di Kementerian Agama. “Ternyata, perlu ketelitan khusus dalam mempelajari aksara braille dan harus benar-benar menggunakan intuisi,” ujar salah satu peserta dari Sekolah TK Alquran Bandung.
Dia lantas berharap pelatihan seperti ini dapat dilaksanakan di setiap daerah, agar semua penyandang disabilitas mendapatkan haknya untuk belajar Alquran sesuai dengan pedoman yang benar.