IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dalam ihram, yang merupakan tahap pertama melakukan haji atau umroh, seseorang harus bebas dari hadas besar atau kecil. Tabu waktu juga telah ditetapkan.
Ada kegiatan yang harus dilakukan dalam kondisi suci dari hadas selama ihram, seperti sholat sunnah dan pendapat sebagian besar ulama bahkan selama tawaf. Orang yang sedang tawaf baik itu tawaf sunnah, qudum, umroh, ataupun ifadah jika berhadas saat tawafnya, maka harus keluar dan mengambil wudhu lagi.
Tapi apakah harus mengulang kembali tawafnya dari hitungan awal atau melanjutkan hitungan sejak batalnya? Dalam hal ini mayoritas para ulama mengatakan setelah berwudhu, dia bisa mulai lagi dan melanjutkan sejak hitungannya yang batal.
Menurut buku Perihal Penting Haji yang Sering Ditanyakan karya Siti Chozanah, berikut pembahasannya. Misalkan saat tawaf di hitungan ke empat dia batal, maka dia mulai lagi tawafnya untuk putaran ke empat setelah berwudhu. Demikian yang dijelaskan oleh Darul Ifta dengan menukil dari kitab Mughnil Muhtaj.
Permasalahannya adalah banyak jamaah yang tidak tahu kalau di Masjidil Haram ternyata ada tempat wudhu dan mereka tidak perlu keluar masjid untuk menuju toilet.
Cobalah keliling masjid, Kalau Anda berada di dekat Kabah, perhatikan semua tangga besar dan lebar dari lantai 1 untuk turun ke pelataran Kabah. Ada lima tangga di berbagai arah Ka’bah, dan di bawah semua tangga besar ini tersembunyi tempat wudhu yang tidak diketahui orang. Berwudhulah di situ.
Namun, jika terjadi hadas kecil (batalnya wudhu) ketika sedang tawaf dalam keadaan jamaah penuh sesak, terutama di saat puncak haji ketika tawaf ifadah (yang termasuk rukun haji) dan tidak memungkinkan mendapatkan air atau jika pun bisa mendapatkan air akan menyusahkan dan memberatkan, maka berdasarkan prinsip taisir (memudahkan) dan ‘adamul-haraj (meniadakan kesulitan), tawaf tetap dilanjutkan tanpa mengulangi wuduk dengan dasar keringanan dan menghindari mudarat.
Dengan demikian, langkah hati-hatinya adalah tetap berwudhu dan mengulangi wudhu jika batal saat melakukan tawaf manakala tidak menimbulkan kesulitan. Jika sulit karena kondisi yang penuh sesak saat tawaf, maka kita boleh mengambil keringanan. Jadi tawaf yang keadaan sucinya batal karena hadas kecil tetap memadai (mujzi’).