IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dalam buku “Hikayat Keajaiban Istighfar dan Shalawat Nabi” karya Fuad Abdurrahman diungkapkan bahwa pensyarah kitab I’anat al-Thalibin, Syekh al-Bakri al-Dimyathi telah menjelaskan cara bershalawat yang terbaik, yaitu:
“Sebaiknya orang yang membaca shalawat kepada Nabi, dalam kondisi paling sempurna, suci badannnya, punya wudhu, menghadap kiblat, menghayati keagungan Baginda Nabi dengan maksud tercapainya keinginan dan cita-cita, membaca dengan tartil per huruf dan tidak tergesa-gesa dalam mengucapkan kalimat-kalimatnya.”
Sementara itu, Syekh Abu al-Abbas al-Tijani berkata seperti yang dikutip dari kitab Jawahir al-Ma’ani bahwa bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan hal yang agung, yaitu pintu kesempurnaan, pintu masuk yang agung. Siapa yang meninggalkannya, maka ia tidak akan menemukan pintu lain selain bershalawat yang dengannya ia bisa masuk agar bertemu dengan Nabi SAW.
Syekh Abu al-Abbas mengingatkan, “Hendaknya saat bershalawat, orang tersebut membayangkan sosok Nabi Muhammad SAW, membayangkan sedang duduk di hadapan beliau dengan hormat, tenang, mengagungkan, mengharap pertolongan dari beliau dengan kadar keadaan serta derajat orang tersebut.”
Lebih lanjut, Syekh Abu al-Abbas menjelaskan bahwa orang yang bershalawat seperti di atas, perhatiannya hendaknya juga sampaai kepada Allah ibarat perhatian orang kehausan air. Maka, Allah akan menggenggam tangannya dan menariknya kepada-Nya menuju makrifat.
Adakalanya dengan cara Allah memberi kuasa kepada Nabi-Nya agar mendidiknya secara langsung. Adakalanya juga Allah membukakan pintu makrifat kepadanya dan menghilangkan perintang hati berkat dia selalu bershalawat kepada kekasih Allah SWT. Hal itu merupakan perantara terbesar menuju keridhaan Allah untuk makrifat kepada-Nya.