IHRAM.CO.ID, Oleh: Mohammad Farid Fad
Secara bahasa, khusyuk berasal dari kata khasya'a-yakhsya'u-khusyuu'an yang berarti tunduk (adz-dzull), merendahkan diri (al-inkhifadz), tenang (as-sukuun). Sedangkan, secara istilah, menurut al- Qurthubi, khusyuk adalah suatu kondisi kejiwaan yang tampak pada ketertundukan dan ketenangan seluruh anggota badan.
Dengan kata lain, khusyuk merupakan gerak sentripetal berupa pengatmosferan jiwa guna meleburkan diri menuju gravitasi ketuhanan melalui orbit kesadaran diri sebagai abdi. Sejenis spiritual exercise untuk mengaktifkan lentera kehanifan demi menemukan kembali fitrah kehambaan yang hilang. Di mana segenap kegaduhan pikir dan riuh kehidupan ditekan sampai titik nol larut dalam jalan ruhani.
Syahdan, saat Muslim bin Yassar shalat di Masjid Basrah, tiba-tiba tiang bangunannya roboh. Orang-orang pun berkerumun, tapi hal tersebut sama sekali tak dirasakan oleh Muslim bin Yassar hingga akhir shalatnya akibat kekhusyukannya. Demikian dikisahkan Imam Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin-nya.
Setidaknya tiap melafazkan takbir, kita merobohkan berhala keduniawian, mendedahkan daki-daki kesombongan, dan merasa bukan siapa-siapa di hadapan-Nya. Bukan justru sebaliknya, melafazkan takbir dengan gimik penuh congkak.
Diriwayatkan sewaktu Hatim al-Asham shalat, ia memosisikan diri sedang berdiri di antara harapan dan ketakutan kepada Allah. Membayangkan seakan surga berada di sebelah kanan, sementara neraka di sebelah kiri, Izrail di belakang, dan titian shirat di bawah telapak kakinya. Tak hanya itu, sembari mendaku bahwa ini adalah shalatnya yang terakhir dilakukannya.
Memang, berlaku khusyuk dalam shalat bukanlah perkara mudah. Butuh ikhtiar ekstra untuk mencapai tingkatan tersebut. Disebabkan sering kali ketika shalat antara ucapan dan pikiran, kepala dan hati tidak sinkron.
Tak jarang, urusan duniawi yang awalnya lupa justru menjadi ingat sewaktu takbiratul ihram. Mulut melafazkan bacaan, tapi kalbu malah mengembara ke manamana. Walaupun sulit, kita harus tetap berupaya menghadirkan hati dalam setiap bacaan dan gerakan shalat. Allah SWT berfirman, sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya (QS 23: 1-2).
Bahkan, Rasulullah SAW pun pernah memperingatkan barang siapa yang melaksanakan shalat, tapi shalat tersebut tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, ia hanya akan semakin menjauh dari Allah.
Dalam Fathul Mu'in dijelaskan, kiat agar pikiran terkonsentrasi dalam shalat ialah membayangkan kita sedang berada di hadapan Sang Raja Diraja, bermunajat dengan Zat Yang Maha Mengetahui segala rahasia kita. Sementara menurut Sayyid Muhammad al- Bakri, termasuk di antara faktor pemicu khusyuk adalah memanjangkan rukuk dan sujud dalam shalat.
Dari konsep khusyuk inilah lahir keinsafan ihsan, beribadah seakan-akan melihat-Nya, bila tak mampu, yakinlah bahwa Dia senantiasa mengawasi kita. Andai demikian, misi profetik shalat, yaitu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (QS 29: 45) akan terwujud. Wallahu a'lam.