IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan enam kebijakan yang perlu dilakukan seluruh negara untuk mengakhiri status pandemi COVID-19 di dunia, kata seorang pejabat Kementerian Kesehatan RI.
"WHO mengatakan sudah ada tanda-tanda pandemi segera berakhir dan telah di depan mata. Kebijakan ini menjadi panduan seluruh dunia untuk bisa menerapkan-nya," kata Mohammad Syahril dalam konferensi pers virtual yang diikuti melalui Zoom di Jakarta, Jumat (16/9/2022).
Pertama, cakupan vaksinasi COVID-19 pada kelompok prioritas seperti tenaga kesehatan perlu mencapai 100 persen. Sedangkan pada lansia minimal memenuhi 97 persen.
Update vaksinasi hingga 15 September 2022, total cakupan dosis pertama mencapai 203,92 juta peserta atau 86,90 persen, dosis kedua 170,55 juta peserta atau 72,68 persen dan dosis ketiga atau booster mencapai 62.080.191 peserta atau 26,45 persen dari total keseluruhan sasaran 234,66 juta orang.
"Booster pertama ini sudah ada tiga daerah provinsi, yakni Bali, DKI Jakarta dan Riau yang sudah di atas 50 persen. Sedangkan lainnya antara 30-50 persen itu ada delapan provinsi dan selebihnya masih di bawah 30 persen," katanya.
Selain vaksinasi, WHO juga merekomendasikan pelacakan kasus melalui testing dan sekuensing, termasuk untuk gangguan respiratori lainnya seperti influenza.
Untuk segera mengakhiri status pandemi, kata Syahril, seluruh negara juga dituntut memiliki kesiapan sistem kesehatan guna memberikan pelayanan pada pasien dan mengintegrasikan pelayanan COVID-19 dengan sistem pelayanan kesehatan primer di tingkat puskesmas maupun klinik.
Tujuannya, agar memudahkan masyarakat dalam mengakses pelayanan perawatan saat terinfeksi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Hal berikutnya adalah persiapan negara dalam menghadapi lonjakan kasus dengan memastikan seluruh fasilitas dan tenaga kesehatan yang dibutuhkan telah tersedia.
"WHO juga mendorong pencegahan dan pengendalian infeksi dengan cara melindungi petugas kesehatan dan pasien COVID-19 di fasilitas kesehatan," katanya.
Terakhir, penyampaian informasi terkait situasi COVID-19 secara jelas kepada masyarakat terkait perubahan apapun dalam kebijakan COVID-19 disertakan alasan.
"Selain itu, perlu ada pelatihan nakes untuk mengidentifikasi dan menyampaikan informasi tersebut dan mengembangkan informasi yang berkualitas tinggi dalam format digital," katanya.