IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Hijr Ismail adalah bangunan tembok setengah lingkaran dengan ukuran tinggi 1,32 m dan tebal 1,5 m. Asalnya merupakan pondasi yang dibangun oleh kaum Quraisy ketika bangunan Ka'bah akan direnovasi sesuai dengan pondasi yang digariskan oleh Nabi Ibrahim.
Nasrullah Jassam menyampaikan dalam bukunya Catatan Pelayan Tamu Allah, bahwa ketika itu kebiasan Quraisy berdagang dengan cara-cara yang mengandung unsur tipu daya. Namun ketika mereka berencana merenovasi bangunan Ka'bah para tokoh Quraisy sepakat bahwa harta yang didonasikan untuk kepentingan renovasi Ka'bah harus dipastikan diperoleh dari cara yang halal.
"Oleh karenanya, dana yang dikumpulkan tidak terlalu banyak dan tidak mencukupi untuk membangun Ka'bah," katanya.
Sesuai dengan pondasi yang sudah digariskan oleh Nabi Ibrahim, maka tersisalah bagian bibir Ismail ini sebagai tanda bagian dari bangunan Ka'bah. Sehingga orang yang tawaf mengetahui batasan yang harus dilalui.
Sebagaimana diketahui bahwa tawaf adalah mengelilingi Kabah dengan memposisikan Kabah berada di sebelah kiri. Jika orang yang tawaf masuk ke bagian dalam bagian Ismail artinya orang tersebut tawaf tidak mengelilingi Ka'bah
"Secara otomatis thawafnya menjadi tidak sah," katanya.
Nabi Muhammad berkata kepada Aisyah:
"Jika saja kau membuka baru masuk Islam ke maka sesungguhnya aku akan bangun Kabah sesuai dengan Pondasi yang dicanangkan oleh Nabi Ibrahim dan sungguh akan aku jadikan untuknya dua buah pintu, satu pintu untuk masuk dan satu pintu untuk keluar." (HR.Muslim).
Ketika Ka'bah terbakar pada saat Abdullah bin Zubair menguasai kota Makkah Abdullah bin Zubair membangun kembali Ka'bah sesuai dengan pondasi yang digariskan oleh Nabi Ibrahim sebagaimana sabda Nabi SAW di atas. Namun setelah Abdullah bin Zubair meninggal dunia Hajjaj bin Yusuf Attaqafi berkirim surat ke Abdul Malik bin Marwan mengenai apa yang telah dilakukan oleh Abdullah bin Zubair ini.
Dan Khalifah Abdul Malik bin Marwan memerintahkan agar Ka'bah dikembalikan bentuknya sebagaimana pada zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa Dinasti Abbasiyah Khalifah Al Mahdi berencana akan menggabungkan Hijr Ismail menjadi satu bangunan dengan Ka'bah sebagaimana fondasi yang diletakkan oleh Nabi Ibrahim.
Namun, tencana tersebut ditentang oleh Imam Malik dengan pertimbangan jangan sampai persoalan Hijr Ismail ini di politisasi oleh para penguasa. Seperti ditulis Ibnu Katsir, al-Bidayah halaman 259 74 Darul Kutub Al ilmiah, beliau berkata.
"Aku tidak ingin para penguasa menjadikan Hijr Ismail sebagai mainan, satu penguasa beralasan karena mengi kuti pendapatnya Ibnu Zubair, penguasa lainnya beralasan mengikuti pendapatnya Abdul Malik bin Marwan sementara penguasa lainnya lagi beralasan mengikuti pendapat yang lain.