IHRAM.CO.ID, BURMA -- Organisasi Hak Asasi Manusia Etnis Rohingya Myanmar di Malaysia (Merhrom) mengimbau pemerintah menghentikan deportasi sekitar 150 pencari suaka Muslim Rohingya. Organisasi tersebut mendesak ASEAN untuk menemukan solusi bagi warga Myanmar yang mencari perlindungan di negara-negara di kawasan itu.
Dalam sebuah pernyataan, Presiden Merhrom Zafar Ahmad Abdul Ghani mengatakan situasi di Myanmar masih sangat buruk dengan pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, dan penangkapan yang sedang berlangsung oleh junta militer.
“Kami ingin menegaskan kembali pengungsi bukanlah ancaman bagi negara mana pun. Kami terpaksa melarikan diri dari perang, genosida, dan penganiayaan di rumah dan mencari perlindungan di negara-negara yang kami yakini dapat melindungi iman dan kehidupan kami, sementara komunitas internasional turun tangan untuk mengakhiri perang dan genosida di negara kita," katanya.
Dia juga mengecam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan apa yang dia gambarkan sebagai negara-negara kekuatan super karena tidak berbuat lebih banyak untuk menghentikan perang dan konflik di seluruh dunia. Ia berspekulasi bahwa mereka tidak ingin melakukannya untuk kepentingan mereka sendiri.
"Kami sangat frustrasi melihat PBB sebagai badan yang paling diamanatkan di dunia gagal menghentikan genosida terhadap minoritas Rohingya di Myanmar," katanya, dilansir dari Malaysia Now, Ahad (23/10/2022).
"Kami berharap negara-negara adidaya menggunakan pengaruh mereka untuk meningkatkan tindakan militer Myanmar untuk menghentikan genosida terhadap Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan, tetapi hidup kami tidak penting bagi mereka,” ujar dia.
Dilaporkan awal pekan ini Malaysia telah mendeportasi 150 warga Myanmar bulan ini, termasuk mantan perwira angkatan laut yang mencari suaka. Reuters juga mengutip sumber yang mengatakan ada rencana untuk mengirim kembali lebih banyak, meskipun artinya etnis Rohingya harus menghadapi risiko penangkapan kembali setibanya di rumah.
Zafar mengatakan memiliki kebijakan pengungsi yang jelas dan komprehensif akan menguntungkan pencari suaka dan negara tuan rumah. “Sementara PBB dan para pemimpin dunia menyoroti masalah pengungsi di seluruh dunia, penderitaan pengungsi Rohingya selalu tertinggal,” tambahnya.
“Kami adalah orang-orang yang terlupakan meskipun PBB sendiri mengkategorikan Rohingya sebagai etnis yang paling teraniaya di dunia,” ungkapnya.
Menambahkan bahwa tampaknya tidak ada kemauan politik untuk campur tangan dalam penderitaan Rohingya, ia menyerukan peningkatan tindakan terhadap militer Myanmar. "PBB dan negara-negara adidaya harus bekerja untuk mengurangi perang dan konflik di seluruh dunia daripada mencari lebih banyak anggaran untuk mengatasi peningkatan jumlah pengungsi," katanya.