Selasa 15 Nov 2022 20:15 WIB

Masjid Jami’ Sultan Syarif Berawal dari Surau

Sultan Syarif pada 1771 M membangun sebuah surau yang berkembang menjadi masjid.

Suasana Masjid Jami Sultan Abdurrahman di Pontianak Timur, Kalimantan Barat, Rabu (14/9/2022). Masjid Jami yang didirikan oleh Sultan Pontianak Syarif Abdurrahman Al Kadrie pada tahun 1771 di sebelah timur Sungai Kapuas besar tersebut menjadi salah satu cagar budaya sekaligus destinasi wisata di Kota Pontianak.
Foto: ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang
Suasana Masjid Jami Sultan Abdurrahman di Pontianak Timur, Kalimantan Barat, Rabu (14/9/2022). Masjid Jami yang didirikan oleh Sultan Pontianak Syarif Abdurrahman Al Kadrie pada tahun 1771 di sebelah timur Sungai Kapuas besar tersebut menjadi salah satu cagar budaya sekaligus destinasi wisata di Kota Pontianak.

IHRAM.CO.ID, Sejarah Pontianak seiring sejalan dengan sejarah Islam di kota te pian Kapuas ini. Sejarah kota ini dimulai pada abad ke-18 ketika Syarif Abdurrahman Alkadrie beserta para pengikut dan keluarganya membabat hutan untuk kemudian men dirikan permukiman baru yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Pontianak.

Di kompleks keraton tempatnya bertakhta, Sultan Syarif pada 1771 M membangun sebuah surau yang kemudian berkembang dan menjadi Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman. Tak sekadar tempat ber ibadah, masjid tertua dan terbesar di Pontianak ini sekaligus menjadi penanda dimulainya sejarah kota tersebut.

Baca Juga

Menilik sejarahnya, masjid ini juga digunakan sebagai basis penyebaran agama Islam di Pontianak dan sekitarnya. Beberapa ulama terkenal yang pernah mengajarkan agama Islam di masjid ini, di antaranya, Muhammad al-Kadrie, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Zawawi, Syekh Madani, H Ismail Jabbar, dan H Ismail Kelantan.

Berlokasi di Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis, Pontianak Timur, masjid ini tampil anggun di tengah permukiman padat pendu duk dan dekat dengan pasar ikan. Masjid di tepian Sungai Kapuas ini dapat dijangkau dengan menggunakan sampan dari Pelabuhan Seng Hie atau dengan kendaraan darat melewati Jembatan Kapuas.

Masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Jami’ Pontianak ini memiliki arsitektur yang sangat khas Kalimantan. Masjid berdiri kokoh di atas fondasi kayu kolong yang berketinggian sekitar 50 cm dari permukaan tanah. Model fondasi seperti ini masih ditemui hingga kini, khususnya pada bangunan rumah di pinggir Kota Pontianak.

Pucuk atap masjid ini sudah tampak dari atas Jembatan Kapuas. Tak seperti atap kebanyakan masjid yang dihiasi kubah, Masjid Sultan Syarif Abdurrahman memiliki atap berbentuk limas dengan sudut atas melengkung. Saat diamati dari dekat, pada bagian ujung atap utama masjid tertancap sebuah tempayan terbalik, bukan bulan sabit seperti masjid pada umumnya.

Masih seperti bentuk aslinya, atap dibuat dari bahan dasar sirap berwarna hitam kecokelatan. Sementara, struktur atap terdiri atas empat lapis. Pada lapisan kedua terdapat serambi yang di keempat sudutnya berdiri empat atap kecil. Keempat atap kecil ini berbentuk limas segitiga dengan sudut lancip.

Seluruh bagian masjid yang sudah sangat tua ini dibangun dengan bahan dasar kayu belian. Mulai dari lantai, dinding, hingga tiang-tiang penyangga. 

Dulu masjid ini memiliki dua menara yang menjulang tinggi di sisi selatan bangunan utama. Namun, pada masa pemerintahan sultan Pontianak terakhir, yakni Sultan Hamid II, menara ini dirobohkan. Rupanya, saat itu muncul kekhawatiran, menara akan roboh dan menimpa permukiman penduduk, utamanya saat terjadi angin topan.

Sejak awal didirikannya, masjid ini sudah sering mengalami renovasi. Berdasarkan catatan yang ada, masjid ini sudah menjalani tujuh hingga delapan kali renovasi, baik renovasi kecil maupun besar. Termasuk, di dalamnya penambahan atap masjid menjadi empat dari se mula hanya tiga, penambahan eternit di bagian langit-langit masjid, pelapisan kayu di sisi barat dinding dalam masjid, serta perluasan surau hingga menjadi masjid.

Halaman masjid terdapat di bagian selatan. Halaman ini cukup luas, sekitar tiga kali lipat luas bangunan masjid. Halaman ini berba tasan langsung dengan Sungai Kapuas Kecil. Pada salah satu sisinya berdiri sebuah dermaga kecil. Ke tiga sisi dermaga ini bisa digunakan untuk tambatan sampan.

Dermaga kecil ini adalah gerbang masuk bagi jamaah yang datang ke masjid menggunakan sampan. Tak hanya sebagai tambatan sampan, dermaga ini juga berfungsi sebagai tempat wudhu, yakni dengan mengambil air dari sungai.

sumber : Republika
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement