IHRAM.CO.ID, DUBAI -- Ototitas Dubai mengakhiri pajak 30 persen atas penjualan alkohol dan membebaskan lisensi minuman keras yang diperlukan, Ahad (1/1). Keputusan ini sekaligus mengakhiri sumber pendapatan lama bagi keluarga penguasa, dengan tujuan lebih meningkatkan pariwisata ke Emirat.
Pengumuman tiba-tiba ini, yang dibuat oleh dua pengecer alkohol yang terkait dengan negara di Dubai, tampaknya berasal dari keputusan pemerintah. Namun, pejabat pemerintah tidak segera mengakui keputusan tersebut dan tidak menanggapi pertanyaan dari The Associated Press.
Meski demikian, pengumuman ini merupakan lanjutan dari upaya bertahun-tahun melonggarkan peraturan tentang minuman keras di wilayah tersebut. Diketahui, alkohol kini bisa dinikmati pada siang hari di bulan Ramadhan, serta mulai tersedia pengiriman ke rumah selama penguncian pada awal pandemi Covid-19.
Dilansir di Arab News, Senin (2/1/2022), penjualan alkohol telah lama menjadi barometer utama ekonomi Dubai selaku tujuan perjalanan teratas di UEA, serta rumah bagi maskapai penerbangan jarak jauh Emirates. Selama Piala Dunia baru-baru ini di Qatar, banyak bar Dubai menarik penggemar sepak bola.
Satu pint bir diberi harga lebih dari 10 dolar di sebuah bar, dengan minuman lain bahkan lebih mahal. Masih belum jelas apakah keputusan ini akan menyebabkan penurunan harga di tempat penjualan alkohol, atau hanya akan mempengaruhi mereka yang membelinya dari pengecer.
Distributor alkohol Maritime and Mercantile International, yang merupakan bagian dari Emirates Group yang lebih luas, membuat pengumuman tersebut dalam sebuah pernyataan.
“Sejak memulai operasi kami di Dubai lebih dari 100 tahun yang lalu, pendekatan emirat tetap dinamis, sensitif dan inklusif untuk semua,” kata Tyrone Reid dari MMI.
Ia pun menyebut, peraturan yang baru diperbarui ini sangat penting untuk terus memastikan pembelian dan konsumsi minuman beralkohol yang aman dan bertanggung jawab di Dubai dan UEA.
MMI tidak menjawab pertanyaan apakah keputusan itu bersifat permanen. Namun, sebuah iklan yang dipasang oleh MMI mendesak pelanggan untuk membeli dari tokonya dengan mengatakan “Anda tidak perlu lagi berkendara ke emirat lain.”
Penduduk Dubai telah lama berkendara ke Umm Al-Quwain dan emirat lainnya untuk membeli alkohol dalam jumlah besar dan bebas pajak.
Di sisi lain, African & Eastern selaku pengecer alkohol kedua yang diyakini setidaknya sebagian dipegang oleh negara atau perusahaan afiliasi, juga mengumumkan berakhirnya pajak kota dan biaya lisensi.
Di bawah hukum Dubai, non-Muslim harus berusia 21 tahun atau lebih untuk mengonsumsi alkohol. Peminum juga harus membawa kartu yang dikeluarkan oleh polisi Dubai yang mengizinkan mereka membeli, mengangkut, dan mengonsumsi bir, anggur dan minuman keras lainnya.
Jika hal ini tidak dipatuhi, mereka dapat menghadapi denda dan penangkapan. Meski demikian, jaringan bar, klub malam dan lounge yang luas hampir tidak pernah meminta untuk melihat izin tersebut.
Dubai yang relatif liberal, adalah yang paling asing di antara negara-negara lain di kawasan Teluk ini. Sharjah, sebuah emirat yang berbatasan dengan Dubai di utara, melarang alkohol, seperti halnya negara tetangga Iran, Kuwait dan Arab Saudi.
Abu Dhabi, ibu kota UEA, mengakhiri sistem lisensi alkoholnya pada September 2020. Pengumuman pada ini juga muncul ketika UEA bersiap untuk memperkenalkan pajak perusahaan 9 persen pada bulan Juni, di atas biaya lain dan mengenakan pungutan sambil menghindari pajak penghasilan pribadi.
Sumber:
https://www.arabnews.com/node/2225226/middle-east