IHRAM.CO.ID, BANDUNG -- Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si menilai rencana Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2023 sudah dipertimbangkan secara matang demi untuk melindungi nilai manfaat jamaah dan calon jamaah haji di masa yang akan datang. “Skema Biaya Perjalanan Ibadah Haji dan Nilai Manfaat berkeadlilan dan lebih proporsional. Ini hasil evaluasi menyeluruh untuk berbagai hal yang menyangkut pelaksanaan ibadah haji. Sehingga bukan rencana kebijakan yang tidak terukur. Kementerian Agama telah memertimbangkan aspek secara matang dan sama sekali tidak ada niat membebani masyarakat,” tegasnya di Bandung saat dimintai pendapat terkait hal tersebut, Sabtu (21/1/2023).
Bahkan menurutnya, negara lain pun menaikkan biaya ibadah haji 2023. “Sejumlah negara yang memasilitasi pemberangkatan ibadah haji menaikkan biaya ibadah haji. Uzbekistan, Pakistan, Malaysia, Qatar, dan beberapa negara lainnya melakukan penyesuaian biaya ibadah haji 2023. Faktor utama kenaikan biaya adalah inflasi ekonomi global, pajak, nilai tukar mata uang, biaya penerbangan, dan harga akomodasi (hotel) di Makkah dan Madinah,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Ketua Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri ini, faktor lain kenaikan biaya ibadah haji adalah perubahan PPN di Arab Saudi dari 5% menjadi 15%, sebagaimana diberitakan oleh situs The New Arab. Tentunya akan berpengaruh pada berbagai jasa layanan. “Durasi haji negara kita 40 hari, lebih lama di banding beberapa negara lain. Ini, tentu saja, berdampak pada biaya karena di negara tujuan (Saudi Arabia) berbagai biaya hidup untuk selama satu belan lebih mengalami penyesuaian yang signifikan. Selain itu, fasilitas konsumsi dan pemondokan jamaah di Mina akan mengalami peningkatan kualitas layanan yang berakibat pada naiknya biaya ibadah haji. Begitu juga, biaya pengobatan yang akan diterima gratis oleh jamaah 24 jam sehari mengalami kenaikan. Wajarlah kalau biaya haji di beberapa negara mengalami kenaikan,” tegasnya
Negara hadir membantu dengan memberikan subsidi biaya ibadah haji. Hanya saja, dengan segala kondisi yang terjadi, harus sama-sama menanggung biaya berbagai hal terkait ibadah haji yang naik. “Salah satu bentuk keberpihakan negara pada jamaah haji adalah alokasi anggaran dari APBN. Sampai saat ini pemerintah masih tetap memberikan subsidi biaya ibadah haji,” katanya.
Lebih lanjut, Prof Mahmud menjelaskan situasi ekonomi global memaksa pemerintah, melalui Kementerian Agama, untuk merencanakan perubahan besaran biaya ibadah haji. Hal ini dilakukan dalam rangka menyelamatkan jamaah haji juga. “Memang hal ini bukan pilihan yang popular, namun dalam rangka menyelamatkan keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan ibadah haji di tahun-tahun yang akan datang dan menjaga kesehatan anggaran negara untuk haji. Pilihan Kementerian Agama yang berencana mengubah jumlah pembiayaan ibadah haji adalah rencana yang sudah dikaji dan didalami secara matang, bukan tanpa pertimbangan,” tegasnya.