IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Dana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) melaporkan dana haji sejak 2018 relatif aman dan tumbuh hingga mencapai Rp 166 triliun saat ini. Uang ini murni syariah, sesuai arahan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
"Dana ini murni sesuai syariah dan sesuai arahan Dewan Syariah Nasional MUI, di penempatan perbankan maupun investasi melalui BPS-BPIH," ujar Anggota Badan Pelaksana BPKH, Indra Gunawan, dalam teks yang diterima Republika, Senin (6/2/2023).
Nilai manfaat juga disebut tumbuh di atas deposito. Hal ini disebarkan melalui virtual account (VA) jamaah haji tunggu senilai Rp 8,5 triliun, dengan tujuan menuju pengelolaan nasabah individual yang lebih adil dan berkelanjutan.
Tidak hanya itu, BPKH juga memberikan tambalan nilai manfaat senilai Rp 18,8 triliun kepada jamaah tahun berjalan, yang berangkat sejak 2018 hingga 2022 kemarin.
Terkait Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), Indra menyebut setiap tahunnya menunjukkan tren kenaikan. Hal ini menunjukkan adanya inflasi dan kenaikan biaya-biaya lain dari tahun ke tahun.
Dari total biaya tersebut, biaya perjalanan ibadah haji atau Bipih yang dibayarkan jamaah cenderung rata atau tidak mengalami kenaikan yang signifikan setiap tahunnya. Angka Bipih sejak 2010 hingga saat ini disebut relatif sama, berkisar antara Rp 30 - 35 juta.
"Karena itu, kami ingin sampaikan, untuk melihat rasionalisasi, apabila saat 2010 biaya umrah mencapai Rp 10 juta, biaya haji sudah di level Rp 34,5 juta. Kalau dibagi rasionya, umrah yang berlangsung 10 hari senilai Rp 10 juta, sementara haji yang 40 hari mendekati Rp 40 juta," lanjutnya.
Di sisi lain, subsidi atau nilai manfaat tambalan dari tahun ke tahun disebut meningkat dari 13 persen pada 2010 menjadi 59 persen pada 2022. Melihat kondisi ini, ia pun menyebut perlu diperhatikan dan dijaga kesinambungan dari nilai manfaat ini. Nilai manfaat merupakan hak dari seluruh jamaah, bukan hanya yang hendak berangkat tapi juga jamaah tunggu.
Selain tambalan nilai manfaat, jamaah yang berangkat juga selalu mendapat uang saku (living cost) yang diberikan secara tunai. Nilai uang saku ini sebesar 1.500 riyal atau setara Rp 6 juta.
Komponen ini disebut menjadi tambalan yang dapat mengurangi Bipih yang disetor jamaah. ini termasuk komponen direct untuk jamaah membeli oleh-oleh atau katering jika ingin belanja kuliner.
"Ini lebih dari cukup. Jadi kemungkinan katering jika diberikan akan ada redundensi atau mubazir, karena uang saku diberikan dan disediakan katering 50 kali. Ini yang patut dijadikan pertimbangan," kata dia.
Terkait efisiensi atau rasionalisasi BPIH 2023, Indra menyebut salah satu yang bisa dihitung ulang atau dirasionalkan adalah biaya makan atau katering. Ini mengingat pada kenyataannya di lapangan, jamaah relatif lebih banyak melakukan ibadah, baik di siang maupun malam hari.
Terakhir, ia menyebut dana setoran awal yang sejumlah total Rp 132,5 triliun ini relatif aman dan tumbuh. Angka ini didapat dari dana setoran 5,3 juta jamaah senilai Rp 25 juta.
Dengan saldo Rp 166 triliun, walau masih ada tabungan surplus dana haji sekitar Rp 33,5 triliun, Indra menyebut hal ini harus dijaga dengan adil dan berkelanjutan, guna menopang biaya 5,3 juta jamaah tunggu
Ia mengingatkan agar kondisi ini jangan sampai luruh, karena harus tetap utuh. Saatnya jamaah saling asuh menjaga dana haji, serta jamaah berangkat harus mulai basuh tabungan saudaranya memperhatikan bagaimana nasib kemudian dari jamaah tunggu.