IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Haji dan Umroh Indonesia, Ade Marfuddin menanggapi adanya wacana peniadaan katering bagi jamaah haji.
Menurutnya, ada aspek kesehatan yang harus diperhatikan terkait makanan jamaah haji. Ade menyampaikan pendapatnya bahwa makan dua kali tetap katering, yakni di pagi dan siang hari. Sementara tambahan makan yang di malam hari itu perlu dipertimbangkan.
Dia menjelaskan, biasanya jamaah haji pulang larut malam, tapi tetap disiapkan makanan berat. Sementara, dari aspek kesehatan, makan berat di malam hari itu kurang bagus bagi kesehatan.
"Makan berat itu menurut pandangan saya membuat jamaah nanti dari aspek kesehatannya tidak terjaga, jadi makan itu cukup dengan dua kali saja yakni pagi dan siang, di malam harinya itu biar mereka mencari sendiri," kata Ade kepada Republika.co.id, Kamis (9/2/2023).
Menurutnya, menu makan malam bisa juga dialihkan jadi menu makan pengganti, misalnya buah-buahan, roti, sosis dan nugget. Artinya jamaah tidak mengkonsumsi makan berat di malam hari.
Tapi walaupun makanan pengganti seperti ini tidak disiapkan, jamaah haji tetap punya uang saku atau living cost yang bisa digunakan untuk beli makan di malam hari jika butuh makan.
Jadi yang dikhawatirkan Ade, menu makan malam yang biasanya makan berat ini banyak tidak termakan jamaah haji. Ade menegaskan, makan berat cukup di pagi hari dan di siang hari saja, karena di dua waktu makan itu protein dan karbohidrat jamaah haji harus terpenuhi.
"Dan di malam hari tetap terjaga kesehatan jamaah haji dengan tidak memakan makanan katering (makan berat), jadi menu makan malam ini bisa diganti buah-buahan, roti, nugget dan sebagainya," jelas Ade.
Ade memberi masukan bahwa makan pagi dan siang ini tetap katering, karena jamaah pasti makan pagi dan makan siang. Tapi kalau menu makan malam, rata-rata jamaah haji sudah tidak mau makan atau sudah tidak punya selera malam.
Baca juga: 4 Sosok Wanita yang Bisa Mengantarkan Seorang Mukmin ke Surga, Siapa Saja?
"Selain itu kalau makan malam, terus tidur, tidak sehat juga untuk jamaah haji. Jadi bisa diganti makan malamnya oleh buah-buahan atau makanan kecil yang mengenyangkan seperti buah-buahan, roti, nugget atau sosis, tentu yang variatif karena kalau kelamaan menunya sama juga bosan apalagi kateringnya menunya itu lagi itu lagi," jelas Ade.
Ade menegaskan, harus dikaji oleh DPR tingkat efektifnya makan malam itu dari aspek kesehatan. Perlu ditanya orang kesehatan, apa yang bisa menjadi pengganti untuk menu makan malam.
"Nah kalau makanannya terus disuplai sehari tiga kali, uang saku atau living cost juga nanti jadi tidak terpakai, padahal uang living cost itu bekal hidup kalau tidak dimanfaatkan untuk apa, ini juga menjadi pertimbangan supaya jamaah tidak terlalu banyak membeli oleh-oleh tapi digunakan untuk keperluan pribadi masing-masing jamaah," jelas Ade.
Dia mengatakan, jadi yang perlu dikaji itu kalau makan malamnya dihilangkan, diganti oleh menu makan ringan yang mengenyangkan seperti buah-buahan, nugget, sosis dan roti, apakah bisa mengurangi biaya haji. Bila perlu jamaah mencari makan sendiri kalau di malam hari lapar karena punya uang living cost, untuk mengurangi biaya haji.
Ade menambahkan, terkait jamaah yang berisiko tinggi, tentu itu yang harus dikuatkan adalah pengawasannya. Jadi jamaah haji yang kesehatannya kurang bagus lebih dianjurkan untuk makan lebih teratur dan menunya sesuai.