IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Wukuf artinya berhenti, diam tanpa bergerak. Wukuf adalah berkumpulnya seluruh jemaah haji di Arafah pada 9 Dzulhijjah sebagai puncak ibadah haji.
Jika dikaitkan dengan thawaf, yang diwarnai dengan gerakan, wukuf mengisyaratkan bahwa suatu saat gerakan itu akan berhenti. Jantung manusia suatu saat akan berhenti berdetak, matanya akan berhenti berkedip, kaki dan tangannya akan berhenti melangkah dan bergeliat.
Ketika semua yang bergerak itu berhenti, terjadilah kematian dan manusia sebagai mikro kosmos pada saatnya nanti akan dikumpulkan di Padang Mahsyar. Sampai di sini, Arafah menjadi lambang dari Padang Mahsyar, sebagaimana yang digambarkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.
"Pada hari di mana tidak ada lagi pengayoman selain pengayoman-Nya." (HR Bukhari)
Arafah merupakan lokasi tempat berkumpulnya jamaah haji. Arafah adalah lambang dari maqam ma’rifah billah, yang memberikan rasa dan citra bahagia bagi ahli ma’rifah, yang tidak dapat dirasakan oleh jemaah haji pada umumnya.
Di Arafah inilah seluruh jamaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul dengan bahasa, suku, bangsa, adat- istiadat, dan warna kulit yang berbeda-beda, tapi mereka punya satu tujuan yang dilandasi persamaan, tanpa perbedaan antara yang kaya dan miskin, antara yang besar dan kecil, antara pejabat dan rakyat biasa.
Di situlah tampak nyata persamaan yang hakiki. Itulah Arafah yang namanya diambil dari kata ta’aruf atau saling mengenal menuju saling tolong-menolong, saling membantu di antara mereka momen terpenting dalam berhaji dan menjadi syiar membanggakan tentang kuatnya ajaran egalitarianisme dalam Islam.
Mu’tamar akbar ini masih akan berlanjut jika para jamaah haji berkumpul di Mina. Alangkah hebatnya peristiwa ini, apalagi setiap tahun peristiwa itu akan berulang dan berulang sampai hari kiamat tiba.
Pendeknya waktu yang diberikan kepada jamaah haji untuk wukuf di Padang Arafah sejak matahari tergelincir hingga terbenam pada 9 Dzulhijjah mempunyai arti yang sangat penting karena di waktu yang singkat itulah seluruh jamaah haji dari berbagai penjuru dunia berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan rukun haji yang menentukan sah atau tidaknya ibadah haji.
Setelah wukuf dilakukan, jamaah haji merasakan bebas dari beban dosa kepada Allah, yakin doa-doa dikabulkan, dorongan untuk melakukan kebaikan yang lebih banyak terasa sangat kuat, dan rahmat Allah SWT pun dirasakan menentramkan jiwa mereka. Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW bersabda seperti ini.
Dari Anas ibn Malik RA berkata: Nabi Muhammad SAW wukuf di Arafah, di saat Matahari hampir terbenam, ia berkata: “Wahai Bilal suruhlah umat manusia mendengarkan saya. “Maka Bilal pun berdiri seraya berkata: “Dengarkanlah Rasulullah SAW,” maka mereka mendengarkan, lalu Nabi SAW bersabda: “Wahai umat manusia, baru saja Jibril AS datang kepadaku membacakan salam dari Tuhanku, dan dia mengatakan: “Sungguh Allah SWT mengampuni dosa-dosa orang-orang yang berwukuf di Arafah dan orang-orang yang bermalam di Masy’aril Haram (Muzdalifah), dan menjamin membebaskan mereka dari tuntutan balasan dan dosa-dosa mereka."
Maka Umar ibn Khathab berdiri dan bertanya: "Ya Rasulullah, apakah ini khusus untuk kita saja?" Rasulullah menjawab: "Ini untuk kalian dan untuk orang-orang yang datang sesudah kalian hingga hari kiamat kelak." Umar RA pun lalu berkata: "Kebaikan Allah sungguh banyak dan Dia Maha Pemurah." (HR Ibnu Mubarak dari Anas RA)
Aisyah RA berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: "Tiada hari yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba dari neraka selain dari hari Arafah.... (HR Muslim dari ‘Aisyah RA).
Wukuf bermakna pengenalan. Saat inilah seorang Muslim diharapkan bisa lebih mengenali dirinya dan Allah SWT sebagai Tuhannya. Di Arafah inilah umat Islam diminta untuk berdiam, merenung, berintrospeksi dan bertaubat kepada-Nya. Haji baru dapat mencapai hakikatnya jika seseorang dapat mengetahui hakikat dirinya di hadapan Tuhannya.
Karena itulah Rasulullah SAW bersabda, "Haji adalah (wukuf) pada hari Arafah." (HR Ashabussunan dan Ahmad)
Dari sudut pandang fikih, haji mereka yang tidak berwukuf di Arafah tidak sah. Sementara dari sudut pandang spiritual, wukuf di Arafah harus mampu mengantarkan seseorang mencapai makrifat, yakni pengetahuan tentang status dirinya sebagai hamba Allah SWT.
Tanpa seseorang mencapai level spiritual ini, secara hakikat, hajinya dianggap tidak berarti apa-apa. Karena itu, di padang Arafah inilah, dulu para Nabi berwukuf, berhenti dan berkontemplasi, bermunajat kepada Allah SWT.
Di padang inilah dulu Nabi Adam dan Siti Hawa Alaihissalaam mengetahui dan mengakui dosa-dosa yang pernah mereka lakukan. Di tempat inilah, dulu Nabi Ibrahim Alaihissalaam mengetahui dan meyakini sepenuh hati bahwa perintah menyembelih anaknya Ismail Alaihissalaam adalah wahyu dari Allah. Karena itulah mengapa pencapaian terbesar seorang hamba Allah diukur saat menunaikan ibadah haji di padang Arafah. Saat mampu menemukan hakikat kehambaan, mereka tertunduk bersimpuh di hadapan keagungan Dzat-Nya.
Ritual wukuf juga mengisyaratkan pentingnya berhenti sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan duniawi. Manusia butuh waktu-waktu khusus untuk berhenti dari kerutinan dan aktivitas, berhenti sejenak agar dapat berpikir, menimbang, dan merencanakan agenda kehidupan jangka panjang.
Padang Arafah juga menggambarkan bagaimana umat manusia nanti di padang Mahsyar diam, cemas dan penuh harap saat menunggu keputusan Allah SWT, surga atau neraka. Di padang Arafah inilah semua manusia berkumpul dalam status yang sama sebagai hamba Allah. Tak ada lagi kesombongan, tak ada lagi status sosial. Semua berpakaian putih-putih, menunjukkan kesucian jiwa dan kejernihan pikiran untuk menggapai ridho Ilahi.
Penjelasan hikmah wukuf ini dijelaskan dalam buku Tuntunan Manasik Haji dan Umroh yang dipublis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama, 2020.