IHRAM.CO.ID, JAKARTA — Manasik haji adalah peragaan pelaksanaan ibadah haji sesuai dengan rukun-rukunnya. Dalam kegiatan manasik haji, calon jamaah ini akan dilatih tentang cara-cara pelaksanaan ibadah haji, misalnya rukun haji, sunnah, dan diberitahukan hal-hal yang haram dilakukan selama melaksanakan haji.
Manasik haji ini tentu saja sangat penting karena akan menjadi acuan bagi para calon jamaah haji. Khususnya calon jamaah haji lanjut usia (lansia), yang sangat membutuhkan bimbingan haji sebelum mereka benar-benar melaksanakan di tanah suci.
Sebagaimana disebutkan oleh Direktur Bina Haji Kementerian Agama Arsad Hidayat, bahwa jamaah haji tahun 2023 ini mayoritas adalah lansia. Sebanyak 64 ribu jamaah atau 31 persen dari jamaah haji adalah lansia.
Karena itu kata dia, harus ada upaya serius dari pemerintah untuk membantu, membimbing, dan memfasilitasi para jamaah haji lansia tersebut. Karena bagaimana pun, usia lanjut ini kata dia, tentu sangat rentan kondisi fisik dan psikisnya, belum lagi yang memiliki penyakit.
“Jadi berangkat dari sebuah kondisi jamaah kita yang akan berangkat di tahun 2023 ini, 64 ribu atau 31 persen lansia, maka harus ada upaya serius dari pemerintah, bagaimana mengahadapi kondisi trsebut, maka dimasukkan materi manasik haji yang ramah lansia,” jelas Arsad dalam sambungan telepon, Rabu (22/2/2023).
Lalu bagaimana materinya? Menurut Arsad dalam fiqih itu, ada yang standar dan yang rukhsah (keringanan). Standar adalah yang dilakukan oleh jamaah haji yang sehat dan mampu secara fisik, sehingga sangat mungkin untuk melaksanakan haji secara maksimal.
“Sementara kondisi lansia, apalagi kita dapat datanya dari Direktur Pelayanan Haji dalam Negeri, bahkan ada jamaah-jamaah yang umurnya mencapai lebih dari 100 tahun, nah ini kan harus kita pikirkan betul,“ ujar Arsad.
“Jangan sampai maksud dan tujuan kit memfasilitasi justru memperberat mereka, karena mereka tidak diberikan pemahaman manasik yang cukup, kaitan dengan manasik lansia,” tambah Arsad.
“Jadi intinya, manasik lansia itu adalah manasik yang memberikan kemudahan-kemudahan buat jamaah haji yang tidak harus mereka melaksanakan ibadah hajinya dengan format standar,” terangnya.
Misalnya, Arsad mencontohkan, jamaah haji berumur 100 tahun dan memiliki kondisi sakit. Tentu tidak bisa dipaksakan agar mampu berjalan sejauh 10 kilometer ketika lempar jumrah.
“Ketika mabit di Mina, mau lempar jumroh, kan tidak mungkin, 10 kilo itu (dilakukan) 3 hari loh. Saya bilang itu tidak mungkin, mereka harus dikasih pilihan, kemudahan biar di badalkan atau diwakilkan kepada jamaah-jamaah lain yang secara kondisi fisik jauh lebih prima,” tutur Arsad.
Kemudian contoh yang lain yang berkaitan dengan niat dan konsekuensi. Di mana ketika orang sudah niat, maka ketika membatalkan niat itu, apakah karena sakit atau kondisi fisik menurun, itu akan terkena DAM (denda).
“Jadi kita coba carikan solusi untuk lansia itu, kita kasih pilihan, niat istirot. Niat istirot itu niat yang kalau dia tiba-tiba membatalkan diri karena sakit atau karena fisiknya tidak mampu, kemudian dia membatalkan niat ihromnya, itu dia tidak kena aturan DAN, itu niat istirot, jadi ya kita kasih juga pemahaman seperti itu,” jelasnya.
Pemahaman-pemahaman seperti itu kata dia, akan diberikan oleh petugas selama pelaksanaan manasik haji.
“Saya kira bukan hanya dari sisi manasik saja, semua bidang layanan harus merujuk kepada layanan yang berorientasi lansia, termasuk petugas haji juga kan kita alokasikan petugas khusus lansia,” tambah Arsad.
Petugas khusus lansia ini, adalah petugas yang memang didedikasikan untuk lansia dan mereka harus punya mindset bagaimana melayani lansia.
“Kita sudah komunikasi dengan Centre for Ageing Studies Universitas Indonesia yg kaitannya kira-kira bagaimana formulasinya kaitan dengan layanan lansia,” kata dia.