Selasa 06 Oct 2015 22:42 WIB
Insiden Mina

Perjuangan Identifikasi Korban Mina, Bau Mayat Hingga Taktik Cipika Cipiki

Muashim di Mina
Foto: Istimewa
Muashim di Mina

REPUBLIKA.CO.ID,Laporan jurnalis Republika.co.id, Ratna Puspita dari Tanah Suci, Makkah

MAKKAH -- “Saya lagi nyuci. Baju bau mayat?” bunyi pesan di WhatsApp telepon seluler saya pada 29 September 2015 pukul 09.06 waktu Arab Saudi. Saya melirik nama si pengirim pesan. Tertera nama Kepala Seksi Perlindungan Jamaah Daerah Kerja Makkah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Muchlis.

 

Tidak lama, saya bertemu Muchlis di lantai 3 Kantor Daker Makkah yang menjadi tempat kami menginap. Muchlis sudah memegang empat sachet pewangi pakaian pemberian jurnalis TVOne Angga. Lalu, Naif Bajri Basri Marjan muncul dari kamarnya.

Kami pun terlibat pembicaraan mengenai Muchlis yang membutuhkan pewangi untuk menghilangkan bau mayat dari pakaiannya. “Dia saja yang tahan pakai baju sampai dua hari. Saya setiap hari selalu cuci pakaian,” kata Naif dengan kosa-kata bahasa Indonesia yang terbatas. 

Muchlis dan Naif tergabung dalam tim penelusuran jenazah di Al Muaisim. Muchlis bertindak sebagai pemimpin, dengan anggotanya: Naif, dr Taufik dari Kementerian Kesehatan, dan Fadil Ahmad dari Konsulat Jenderal RI di Jeddah. 

Setiap hari, siang dan malam, mereka berangkat ke Al Muaisim untuk mengidentifikasi jenazah. Pada siang hari, biasanya mereka berangkat sebelum Dhuhur dan kembali sekitar jam 15.00 Waktu Arab Saudi (WAS). Pada malam hari, tim akan berangkat setelah Maghrib dan pulang sebelum Shubuh. 

Muchlis bercerita tingginya intensitas ke Al Muaisim itu untuk mempelajari kebiasaan petugas di sana sehingga tim punya peluang untuk masuk dan mendapatkan informasi yang banyak.

“Biasanya, setelah Maghrib, mereka sudah fresh dan banyak informasi yang dapat kita dapatkan. Ada banyak celah,” kata dia. 

Berurusan dengan petugas Arab Saudi memang harus mampu memanfaatkan celah sekecil apa pun. Sebab, Muchlis menuturkan, tidak ada prosedur yang jelas di Pemulasaraan Jenazah Al Muaisim. Kadang, ada petugas memberikan keleluasan. Pada lain waktu, petugas membatasi akses.

“Setiap saat bisa berubah,” ujar Muchlis. Perubahan yang berlangsung setiap saat ini yang membuat pendekatan personal menjadi lebih penting dibandingkan urusan adminitrasi. 

Ada saja ide Muchlis dan tim untuk mendapatkan akses ke ruang penyimpanan file. Mulai dari sekadar cium pipi kanan-cium pipi kiri alias cipika-cipiki seperti kebiasaan pria-pria di Arab Saudi hingga memperkenalkan Indonesia.

“Saya bilang saja kalau kamu ke Indonesia nanti saya antar kemana pun kamu mau,” kata dia. 

Muchlis juga mengandalkan Naif untuk melakukan pendekatan dengan petugas-petugas di Al Muaisim. Naif yang lahir dan besar di Makkah dapat berbicara bahasa Arab, dan memahami kebiasaan warga lokal.

“Dia tahu hal-hal yang bisa menyentuh, mempererat sehingga mereka bisa terbuka. Itu kami lakukan,” kata dia. 

Menurut Naif, pendekatan yang perlu dilakukan adalah memosisikan diri sebagai teman sehingga petugas Arab Saudi lebih terbuka dengan petugas dari Indonesia. Dia juga berupaya meyakinkan petugas di Al Muaisim bahwa keberadaan dia dan timnya tidak untuk mengganggu, melainkan membantu. 

Naif tidak segan membantu merapikan arsip mereka sehingga petugas Arab akan mempersilakan dia berada di ruang dokumen lebih lama. Dengan cara itu, dia bisa sekaligus mengambil data yang diinginkan.

“Kalau satu petugas sulit, cari jalan lain yang bisa berikan jalan masuk,” ujar Naif. 

Muchlis mengatakan ada banyak pengalaman yang sulit dilupakan selama proses identifikasi jenazah sejak peristiwa mobile crane di Masjidil Haram hingga berdesak-desakan di Mina. Tidak jarang, aktivitas mencari jenazah itu terbawa hingga ke alam mimpi.  

Meski sudah sering bolak-balik ke kamar jenazah, ada perasaan yang terselip ketika melihat korban-korban dari Indonesia. Untuk membunuh perasaan itu, tim identifikasi ini pun kerap bercanda.

“Rasa canda itu mungkin untuk membunuh perasaan yang lainnya. Termasuk mungkin sekarang kondisi mayat yang… ya namanya ruang mayat dengan aroma sedemikian rupa,” kata dia.

Hingga Selasa (6/10) pagi, tim identifikasi sudah memverifikasi 103 jenazah korban Mina sebagai warga negara Indonesia (WNI). Terdiri dari 98 jamaah haji asal Indonesia dan lima warga negara Indonesia yang bermukim di Arab Saudi. 

Muchlis berharap, jumlah korban dari Indonesia tidak terus bertambah. Sebanyak 25 orang yang hilang segera kembali ke kloternya atau ditemukan oleh tim yang menelusuri ke rumah sakit. “Kalaupun nanti kami yang menemukan, apa hendak dikata, itu lah takdir jamaah kita.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement