Selasa 06 Sep 2016 15:50 WIB

Jejak Tragedi Mina

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko
: Sebagian tenda yang berada di dekat terowongan Mina yang akan digunakan para jamah haji untuk melakikan 'mabit', Kamis (6/10), mulai disiapkan. Rencananya menjelang puncak ibadah haji yakni mukuf di Arafah, para jamaah haji akan bermalan di tempat ini. P
Foto: Republika/M Subarkah
: Sebagian tenda yang berada di dekat terowongan Mina yang akan digunakan para jamah haji untuk melakikan 'mabit', Kamis (6/10), mulai disiapkan. Rencananya menjelang puncak ibadah haji yakni mukuf di Arafah, para jamaah haji akan bermalan di tempat ini. P

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Salah satu tragedi yang paling memprihatinkan dan terus berulang dalam catatan sejarah Haji, adalah Tragedi Mina. Pada Desember 1975 terjadi kebakaran karena meledaknya pipa gas yang menewaskan 200 jamaah haji. Tenda Arafah dan Mina memang paling rawan kebakaran, karena saat itu dibuat tak kedap api.

Pada Mei 1995 kembali terjadi kebakaran di Mina yang mengakibatkan tiga jamaah haji wafat akibat kebakaran. Kebakaran terjadi akibat kompor yang meledak di Mina dengan korban jamaah haji India.

Pada 15 April 1997, Mina kembali dilanda kebakaran yang mengakibatkan 343 jamaah tewas dan 1.500 lainnya terluka karena kehabisan napas dan terjeba di dalam kebakaran tenda.

Sejak itu secara bertahap Pemerintah Arab Saudi mengganti tenda di Mina dengan tenda permanen yang tahan api. Adapun di Arafah tenda jamaah haji tetap biasa karena hanya dipasang pada musim haji saja.

Tragedi yang paling memprihatinkan terjadi pada 10 Dzulhijjah 1411 atau bertepatan 2 Juli 1990. Pada waktu Dhuha jamaah haji haji dari berbagai negara saling berdesakan dan bertubrukan di mulut terowongan Al-Muaishim, Mina. Akibat dari peristiwa ini lebih dari seribuan orang wafat di mulut terowongan Al-Muashim.

Tragedi ini menjadi insiden berdarah terbesar dalam sejarah haji. Tubrukan berasal dari sebagian jamaah dari Haratul Lisan, dengan jamaah yang baru selesai melempar jumrah Aqabah. Tercatat sebanyak 1.426 jamaah meninggal dalam insiden tersebut. Sedangkan jamaah haji asal Indonesia yang meninggal sebanyak 659 orang dalam insiden tersebut.

Adapun korban terbanyak berasal dari negara Turki. Mereka dimakamkan di Mina, Ma'la, Muzdalifah, dan Arafah. Dunia sangat bersedih atas tragedi itu, termasuk Raja Saudi, Fahd mengirimkan langsung karangan bela sungkawa kepada kepala negara yang warganya menjadi korban, termasuk Indonesia.

Pemerintah dan rakyat Indonesia juga berduka. Presiden Soeharto memutuskan memberi setiap ahli waris korban mendapat santunan dari Yayasan Dan Gotong Royong Kemanusiaan sebesar Rp 1.554.000 dan santunan dari lembaga sosial kemasyarakatan Saudi sebesar 4000 Dolar AS atau saat itu sekitar Rp 7.600.000.

Presiden Soeharto saat itu mengirim tim ke Arab Saudi yang dipimpin oleh Menteri Agama Munawwir Syadzali. Dalam pesannya, Presiden mengusulkan agar terowongan Al Muaishim dibuat ganda, sehingga tidak terjadi tabrakan kembali. Usulan tersebut direspon Pemerintah Arab Saudi, sehingga pada musim haji 1991, terowongan ganda sudah bisa dimanfaatkan.

Sejak terowongan Al-Muaishim berlorong ganda, tidak ada lagi muncul peristiwa tragis di wilayah itu. Namun itu tidak menjamin peristiwa Mina tidak terjadi kembali. Pada 2004 terjadi peristiwa Jamarat ketika kerumunan orang tak terkendali akan melempar Jumrah di waktu Dhuhur.

Tragedi itu menewaskan 251 jamaah haji. Jamaah dari berbagai negara yang berburu waktu afdhal tak terkendali sehingga terjadi benturan antar jamaah. Kemudian pada 12 Januari 2006 tragedi yang sama kembali terjadi.

Menurut data Kementerian Agama RI, sebanyak 362 orang tewas dua orang di antaranya warga negara Indonesia. Selain itu sekitar 1000 jamaah haji lainnya luka-luka. Sejak insiden Jamarat tersebut, pemerintah Arab Saudi membangun tempat pelemparan Jamarat berlantai empat.

Terbaru tragedi Mina terjadi pada 2015 lalu. Peristiwa terjadi di jalan 204 jalur rombongan yang akan melakukan Jumrah di Mina. Namun di tengah jamaah berjalan berduyun, tiba-tiba serombongan jamah didepan berhenti tiba-tiba. Namun desakan jamah dari belakang terus mendorong. Akibatnya terjadi injak menginjak jamaah dari belakang ke rombongan jamaah di depannya.

Tragedi berdarah di Mina pada 2015 itu setidaknya menyebabkan 2.177 jamaah meninggal dunia, walaupun beberapa kalangan memperkirakan jumlah korban yang wafat bertambah karena besarnya jamaah yang menjadi korban.

Jumlah jamaah wafat terbesar berasal dari Iran dengan 465 jamaah haji meninggal. Mali 254 jamaah haji meninggal. Nigeria 199 jamaah meninggal. Kamerun 76 jamaah meninggal, Niger 72 jamaah meninggal, Senegal 61 jamaah meninggal, Pantai Gading dan Benin masing-masing 52 jamaah meninggal.

 

Mesir 182 jamaah meninggal, Bangladesh 137 jamaah meninggal, Indonesia 126 jamaah meninggal, India 116 jamaah meninggal, Pakistan 102 jamaah meninggal, Ethiopia 47 jamaah meninggal, Chad 43 jamaah meninggal, Maroko 36 jamaah meninggal, Aljazair 33 jamaah meninggal, Sudan 30 jamaah meninggal.

Burkina Faso 22 jamaah meninggal. Tanzania 20 jamaah meninggal. Somalia 10 jamaah meninggal. Kenya delapan jamaah meninggal. Ghana dan Turki masin-masing tujuh jamaah meninggal. Myanmar dan Libya kehilangan masing-masing enam jamaah meninggal, China empat jamaah meninggal. Afghanistan dua jamaah meninggal dan Yordania serta Malaysia masing-masing satu jamaah meninggal.

Sumber: Haji Dari Masa ke Masa dan Berbagai Sumber

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement