Kamis 11 Aug 2016 15:05 WIB

Pengelolaan Haji pada Awal Orde Lama

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko
Sejarah Haji di Pulau Onrust 1910-1929
Foto: Arsip Nasional RI
Sejarah Haji di Pulau Onrust 1910-1929

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Di era Orde Lama, penyelenggaraan haji dilakukan sepenuhnya oleh Penyelenggara Haji Indonesia (PHI) yang berada di setiap Karesidenan. Ketika itu karesidenan merupakan pemerintah daerah yang mengatur, mengolah, dan mengadministrasikan segala urusan kemasyarakatan, termasuk di dalamnya memudahkan urusan calon jamaah haji. Karesidenan diberi keleluasaan penuh menyelesaikan dan melakukan berbagai pengurusan rakyat di wilayah administrasinya.

Pada 1949, pada saat itu calon jamaah haji yang berhasil diberangkatkan pemerintah berjumlah 9.892 orang. Dari jumlah tersebut, jamaah haji yang meninggal dunia berjumlah 320 orang atau 3,23 persen. Sementara itu, panitia yang dilibatkan guna membantu jamaah haji dalam bidang admiistrasi dan pengurusan di Tanah Suci berjumlah 27 orang dan tergabung dalam tim kesehatan sebanyak 14 orang.

Perkembangan berikutnya terjadi pada 21 Januari 1950. Ketika itu Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) mendirikan panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPHI), sebuah yayasan yang secara khusus menangani kegiatan penyelenggaraan ibadah haji. PPHI ini diketua KH. M. Sudjak. Kesamaan misi yang diemban oleh PPHI dalam menangani kegiatan penyelenggaan ibadah haji menimbulkan kesan bahwa PPHI merupakan bentuk baru dari Komite Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia yang berdiri dan beroperasi pada zaman Belanda.

Kedudukan PPHI lalu dikuatkan lagi dengan dikeluarkannya surat Kementerian Agama yang ditandatangani oleh Menteri Agama RIS KH. Wahid Hasyim tertanggal, 6 Februari 1950. Tak lama kemudian, terbit Surat Edaran Menteri Agama RI di Yogyakarta tertanggal 9 Februari 1950, yang menunjuk PPHI sebagai satu-satunya wadah sah di luar pemerintah untuk mengurus dan menyelenggarakan perjalanan haji Indonesia.

Sejak saat itulah, dengan legalitas yang kuat, semua urusan haji ditangani oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, dibantu instansi seperti Pamong Praja. Pada waktu itu merupakan tahun pertama rombongan haji Indonesia yang diikuti dan dipimpin oleh Majelis Pimpinan Haji bersama dengan Rombongan Kesehatan Indonesia (RKI).

Pada 1950, kaum Muslimin Indonesia yang melaksanakan ibadah haji sebanyak 9000 orang. Angka tersebut belum termasuk 1.843 jamaah haji yang berangkat secara mandiri. Tercatat juga jamaah uang meninggal dunia sebanyak 42 orang atau 2,28 persen. Pada saat itu petugas yang mendampingi selama di Tanah Suci berjumlah enam orang bagian administrasi dan 15 orang tergabung dalam tim kesehatan.

Dengan dibentuknya Kementerian Agama sebagai salah satu unsur kabinet pemerintah maka seluruh beban penyelenggara ibadah haji ditanggung oleh pemerintah. Segala kebijakan tentang pelaksanaan ibadah haji juga semakin terkendali. Selanjutnya, seluruh ketentuan dan peraturan perundang-undangan tentang organisasi dan manajemen penyelenggaraan haji di Indonesia disusun dan resmi menjadi wewenang Menteri Agama.

Melihat besarnya animo masyarakat berhaji dan ketersediaan fasilitas dalam pelayanan haji, pada 1952 dibentuk perusahaan pelayanan haji, PT. Pelayaran Muslim dan disetujui Menteri Agama. Itulah satu-satunya perusahaan yang menjadi panitia haji, sebagai hasil Keputusan Konferensi PHI.

Kemudian, di musim haji 1954, Menteri Agama kala itu, KH. Masjkur memimpin 800 orang jamaah haji yang berangkat menggunakan kapal laut Langkuas. Dia sengaja terjun dan memimpin langsung perjalanan haji untuk mengetahui sejauh mana pelayanan yang diberikan oleh pemerintah RI dari keberangkatan, di Arab Saudi, hingga kembali ke Tanah Air.

Sumber: Haji dari Masa ke Masa, dan berbagai sumber

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement