Rabu 17 Aug 2016 04:53 WIB

Sukarno, H Agus Salim, dan Pengakuan Kalah Jenderal Spoor Setelah Kuasai Yogya

Sukarno dan H. Agus Salim di Brastagi.
Foto:
Rombongan jamaah haji Indonesia saat akan menuju jamarat.

Bila kemudian ditanya apa keteladanan lainnya yang bisa diambil dari sosok seorang Haji Agus Salim, maka jawabnya tak lain dan tak bukan adalah sikap pengorbanan dan contoh konkrit hidup sederhana. Cermin ini terasa sangat menjadi penting sebab bila seseorang menyandang gelar haji maka dia harus segera berubah menjadi sosok manusia paripurna karena semua rukun iman dan Islam sudah diakui dan dilaksanakannya.

Bayangkan saja, meski menjadi menteri luar negeri Indonesia yang pertama, kehidupan ekonomi H Agus Salim sama seperti rakyat lainnya. Hidup dan tinggal di rumah kontrakkan dan berpindah-pindah. Lagi pula rumahnya pun kecil berada di gang sempit yang ada di kawasan Pasar Senen. Jadi sama sekali tak terbayang kemewahan, rumah dinas yang megah, fasilitas negara yang berlebihan yang dinikmati oleh H Agus Salim. Bahkan dia pun selalu memberi nasihat bahwa menjadi pemimpin adalah menapaki jalan yang sulit.

"Memimpin adalah menderita!'' begitu kata-kata bijak yang kerap dikutip Haji Agus Salim. Sedangka, di dalam soal urusan haji, pada awal abad ke 20, dia sempat kerja di Konsulat Urusan Haji Hindia Belanda di Jeddah.

Padahal, dengan kecerdasan dan kemampuan berbahasa asingnya, H Agus Salim bisa mengeruk kekayaan dengan melimpah. Bahkan sosok yang dikagumi RA Kartini karena kecerdasannya ini memilih menjadi pejuang kemerdekaan dari pada hidup makmur menjadi pegawai atau amtenar pemerintah Kolonial Belanda. Semenjak usia belia dia curahkan hidupnya untuk perjuangan kemerdekaan bangsanya.

Sikap, tekad, dan konsistensi semangat yang ada dalam diri Haji Agus Salim, menjadikan dia menjadi sosok yang sangat dihormati. Soekarno sangat menyayanginya dan memberi julukan 'The Grand Old Man' (Orang Tua Yang Mulia, red). Apalagi Salim juga merupakan penerus kepemimpinan Sarekat Islam, yang dahulu dipimpin oleh guru yang menjadi 'bapak angkatnya' Haji Oemar Said Tjokroaminoto.

Penghormatan atas jasa Agus Salim tersebut kemudian diberikan negara kepadanya ketika H Agus Salim wafat. Dialah tokoh bangsa yang pertama kali dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

"The Grand Old Man" Haji Agus Salim adalah seorang ulama dan intelek. Saya pernah meneguk air yg diberikan oleh beliau sambil duduk ngelesot di bawah kakinya. Saya merasa bahagia bahwa saya ini dulu pernah dapat minum air pemberian Tjokroaminoto dan air pemberian Agus Salim,” kata Sukarno.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement