Ahad 21 Aug 2016 06:43 WIB

Hajinya Cicit Pangeran Rangsang

Rapat Sarekat Islam di Kaliwungu, Jawa Tengah.
Foto:
Muslim memakai surban di zaman kerajaan.

Proses transformasi batin yang dahsyat itulah yang kini menampar batin Muhsarno. Kadang, ia pun terngiang mengenai pesan dari eyangnya soal silsilah dirinya yang masih keturunan Raden Mas Rangsang dari putri yang dikawin Pangeran Adipati Anden. "Ingat kulup (cucu), Raden Mas Rangsang itu Sultan Agung, Raja Mataram yang agung. Kamu adalah salah satu cicitnya,'' begitulah pesan dari para leluhurnya.

Adanya pesan itulah yang sempat membuatnya pernah hidup tak total menjadi Islam. Pergi haji adalah impian buangan atau impian kelas orang yang pemalas dan kebanyakan tidur. Syariat dianggapnya anjuran 'ngawur' seperti syair Gotoloco atau kisah Darmo Gandul. Upacara selamatan dengan 'nanggap' wayang di bawah pohon klepu di ujung kampung menjadi acara wajib tahunan.

Namun, cahaya terang itu datang ketika pada suatu hari dia membaca sebuah kisah kepergian utusan Raden Mas Rangsang ke Makkah. Peristiwa itu terjadi sekitar 1641. Para utusan raja Mataram itu datang ke Makkah untuk meminta 'restu' kepada pemimpin kota ini yang disebut sebagai Syarif Makkah. Tujuannya adalah untuk meminta izin agar diperkenankan memakai gelar sultan seperti layaknya raja di Kesultanan Otoman. Gelar ini akan dipakai sebagai ganti gelaran raja ala Majapahit: Sri Susuhunan.

Para duta Mataram ini datang ke Makkah dengan menumpang kapal Inggris menuju pelabuhan Surat, India. Dan, dari sana dengan naik armada kapal Muslim menuju Jeddah. Setelah sampai, utusan itu pun menemui Syarif Makkah yang kemudian memberikan gelar dan cap sultan kepada Pangeran Rangsang selaku raja Mataram. Dan, tentu saja keempat orang ini pun sebelum pulang sempat menunaikan ibadah haji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement