Selasa 24 Jul 2018 15:55 WIB

Jamaah Akali Jeda Katering

Utuk menambah rasa 'Indonesia', jamaah biasanya menambahkan sambal, abon, dan kerupuk

Jamaah haji menikmati makanan di Tanah Suci, Arab Saudi.
Foto: Republika/Tommy Tamtomo/ca
Jamaah haji menikmati makanan di Tanah Suci, Arab Saudi.

IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Persoalan konsumsi jamaah selalu jadi sorotan tiap musim haji tiba. Tahun ini, dengan jatah katering yang lebih banyak, jamaah masih menyelingi dengan makanan ringan di sela-sela jatah makanan yang diantarkan. “Iya, tadi pagi sudah makan mie instan,” kata Santo (45 tahun), seorang jamaah asal Cilacap, di Madinah, Selasa (24/7).

Ia membuat mie instan menggunakan pemanas air minum yang ada di salah satu hotel bintang lima, yang lokasinya sekitar 100 meter di pintu depan Masjid Nabawi. Hal tersebut, menurutnya, jamak dilakukan jamaah di sela-sela pembagian makan malam dan makan siang. “Ada juga yang makan roti yang sudah diberikan sejak malam,” kata dia.

Selain itu, ada yang “nyemil” dengan jajanan yang dibeli di toko-toko di sekitar pemondokan. Tahun ini, jamaah menerima dua kali paket makanan berat pada pukul 11.00 waktu setempat dan pukul 19.00 waktu setempat. Di sela-sela waktu itu, pada malam hari, mereka juga diberi makanan roti dan air untuk sarapan pada pagi harinya. “Kita kan biasanya pagi-pagi makan,” kata dia.

photo
Seorang pegawai katering mendistribusikan makan siang bagi jamaah haji Indonesia (ilustrasi)

Meski begitu, menurut dia tak ada lagi jamaah yang sampai mesti memasak nasi untuk makan pagi. Perihal rasa, menurutnya sudah cukup pas dengan lidah orang Indonesia. Meski begitu, untuk menambah rasa 'Indonesia', para jamaah biasanya menambahkan bahan-bahan yang mereka bawa dari rumah seperti sambal, abon, dan kerupuk.

Suwito, seorang jamaah asal Tangerang yang pernah pergi haji pada 1990-an juga mengatakan tak perlu lagi memasak pada musim haji kali ini. “Kalau dulu bener-bener nggak ada yang ngurusin, harus masak sendiri,” kata dia.

Sehubungan hotel yang ditinggali jamaah Indonesia juga tergolong mewah dan masuk dalam kawasan Markaziyah, perihal memasak ini juga dilarang keras pihak hotel. Alat-alat masak bisa disita bila kedapatan.

Sementara itu, sebagian jamaah juga masih mencari-cari restoran yang menyediakan masakan Indonesia. Wartawan Republika.co.id, Fitriyan Zamzami menemui empat jamaah asal Banten tengah mencari-cari restoran “Rumah Makan Indonesia” yang terletak dekat gerbang bagian barat Masjid Nabawi. “Sudah kangen,” kata salah seorang jamaah perempuan dalam rombongan tersebut.

Untuk mencapai restoran itu dari dalam Masjid Nabawi, jamaah bisa keluar melalui Pintu 16. Setelah berjalan kaki melalui gang di depan pintu itu sekitar lima menit, papan nama restoran tersebut sudah terlihat.

Naik tangga sedikit, pengunjung langsung disapa para pelayan berbahasa Indonesia. Deretan masakan yang tersaji di restoran itu di antaranya tempe goreng, rendang dan kikil sapi, ayam cabe hijau, sayur bayam hingga ikan kembung. Pengunjung juga bisa memesan bakso di restoran tersebut. Harga makanannya beragam, mulai dari 10 hingga 20 riyal Arab Saudi.

Hadi (50 tahun) seorang jamaah asal Pemalang, mengatakan sejauh ini belum ada persoalan terkait katering makanan di Tanah Suci. Soal rasa, ia mengatakan tak keberatan. "Jangankan di Tanah Suci, dari daerah saya ke Solo saja sudah lain rasanya," kata dia di Madinah, kemarin.

Sulaiha (45 tahun), seorang jamaah asal Kebumen juga mengatakan tak keberatan dengan rasa makanan yang diantarkan ke jamaah tahun ini. "Hanya perlu kasih saus saja, kurang pedas," ujarnya di Pelataran Masjid Nabawi.

photo
Suasana dapur tempat proses pengadaan konsumsi untuk calon jamaah haji Indonesia.

Menurutnya, makanan yang diberikan bagi jamaah sudah cukup. "Masih kenyang, roti tadi malam sudah saya makan pagi ini," kata dia yang baru saja hendak kembali ke hotel selesai melaksanakan Shalat Subuh di Masjid Nabawi tersebut.

Tahun ini, jamaah akan menerima layanan katering sebanyak 75 kali selama di Arab Saudi. Jumlah ini lebih banyak dibanding tahun lalu yang hanya 60 kali. Jamaah akan mendapatkan makan 40 kali di Makkah, sekali di bandara, 18 kali di Madinah, dan 16 kali saat fase puncak haji di Arafah-Muzdalifah-Mina.

Kasi Katering Daker Madinah PPIH Arab Saudi, Dewi Gustikarini menekankan, jamaah haji Indonesia dilarang memasak di hotel. Sejauh ini, menurut dia, belum ada keluhan soal jamaah yang memasak di hotel. Ia juga mengingatkan agar jamaah mengonsumsi paket katering sesuai jadwalnya dan tak melampaui waktu yang tertera di kemasan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement