Jumat 05 Oct 2018 17:01 WIB

Pengamat: Pemetaan Zona Embarkasi tak Perlu

Embarkasi yang ada di tiap provinsi dinilai sudah layak dan nyaman bagi jamaah.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Antrean Jamaah calon haji sebelum masuk kedalam bus untuk diberangkatkan menuju Asrama Haji Embarkasi Bekasi di Gedung Dakwah, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (16/7) malam.
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Antrean Jamaah calon haji sebelum masuk kedalam bus untuk diberangkatkan menuju Asrama Haji Embarkasi Bekasi di Gedung Dakwah, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (16/7) malam.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemetaan zona embarkasi menjadi salah satu rekomendasi yang muncul dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Agama yang membahas inovasi haji yang akan dijalankan. Kemenag berencana mengkaji zona embarkasi tidak berdasarkan provinsi melainkan berdasarkan kewilayahan.

Pengamat haji yang juga Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin menilai pemetaan zona embarkasi bukan merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Menurutnya, embarkasi yang ada di tiap provinsi sudah layak dan nyaman bagi jamaah. Menurut Ade, jarak embarkasi dengan kantong-kantong jamaah di tiap daerah pun tak jauh.

“Jangan membuat pekerjaan yang tidak perlu karena tidak efektif. Jamaah juga tidak mengeluhkan hal itu. Jamaah sudah tersentral di wilayah masing-masing dan dekat dengan bandara,” ujar Ade kepada Republika.co.id pada Jumat (5/10).

Menurut Ade, dibanding merencanakan pemetaan zona embarkasi, pemerintah diharapkan lebih fokus meningkatkan layanan terhadap jamaah haji saat berada di Arab Saudi. Salah satunya dengan sistem kontrak pemondokan jamaah yang dibuat lebih panjang. Dia mengatakan dengan adanya pembenahan pada sistem kontrak, pemondokan jamaah akan lebih efisien.

“Kontraknya jangan prinsip tahunan gitu, kontrak tiga tahun. Ini tiap tahun DPR, pemerintah, tim peninjau mengontrol kan keluar biaya besar. Jadi perlu sistem kontrak pemondokan yang berjangka panjang, itu yang ditingkatkan,” ujar Ade.

Lebih dari itu, menurutnya, perlu adanya pembenahan terhadap sistem rekrut petugas haji. Menurutnya petugas haji tak harus direkrut tiap tahun, melainkan bersifat permanen hingga lima tahun.

Dengan begitu biaya yang dikeluarkna pun akan lebih efisien dan maksimal. Tak hanya itu, petugas haji pun dinilai perlu dilakukan sertifikasi sehingga kompetensinya jelas. Ade juga menilai perlunya penambahan petugas di Arab Saudi terutama untuk membantu mempercepat penerimaan barang bawaan atau koper ke tangan jamaah haji.

Sekretaris Ditjen Pelaksana Haji dan Umrah Kemenag, Muhajirin Yanis mengatakan diantara inovasi yang akan dilakukan dalam penyelenggaraan haji 2019, yakni zonasi embarkasi. Hal tersebut bertujuan memperpendek rentang jarak dari daerah asal jamaah ke embarkasi.

“Inovasi lainnya terkait pemetaan zona embarkasi, itu akan dikaji tidak berdasarkan provinsi tapi zona atau kewilayahan. Jadi untuk memperpendek rentang dan jarak dari daerah tertentu ke embarkasi. Tapi ini masih rekomendasi yang akan dikaji dan tentu nanti menetapkan rencana-rencana aksi lanjutan,” ujarnya.

Selain zonasi embarkasi, terdapat inovasi pemberlakuan fast track atau jalur cepat di titik pemberangkatan jamaah. Inovasi ini muncul untuk mengurangi waktu jamaah berurusan dengan imigrasi di Saudi Arabia. Selain itu, inovasi pemberian nomor tenda maktab yang berada di Mina pun tak luput dari pembahasan.

Baca juga: Ada 53 Rekomendasi Kemenag untuk Haji 2019, Apa Saja?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement