Rabu 20 Nov 2019 14:47 WIB
Makkah

Kisah Kesaksian Kudeta Makkah 1979

Kisah dan Kesaksian Tentang Kudeta Makkah 1979

Para penyerbu bersenjata di Makkah tahun 1979.
Foto:

Lalu bagaimana berbagai macam senjata bisa dipasok ke dalam masjid? Baluki menjawab ternyata senjata-senjata itu telah dipasok bersamaan atau di bawa masuk masjid bersama keranda mayat. Setelah itu ditimbun di dalam kamar-kamar yang ada di dalam Masjidil Haram yang selama ini dipakai oleh orang-orang Yaman yang bekerja membagi-bagikan air zamzam itu.

"Mulanya kamar-kamar itu dulu untuk tempat tinggal para imam Masjidil Haram. Namun, karena mereka kemudian tak lagi menempatinya, orang-orang Yaman itulah yang memakainya. Dan ternyata, para peristiwa Kudeta Makkah, tempat itu dipakai untuk menimbun senjata,’’ ujar Baluki seraya mengatakan bila senjata-senjata itu ternyata juga telah disiapkan dengan cara disembunyikan di dalam gerobak sayuran dan di antara buah-buhan milik para pedagang yang biasa berjualan di seputaran Masjidil Haram.

Selain itu, ujar Baluki, cara Kerajaan Arab Saudi di dalam menangani peristiwa kerusuhan pun unik. Sadar mendapat perlawanan yang ketat dari para pemberontak yang menguasai area Masjidil Haram, seluruh pasokan listrik ke area itu dimatikan.

''Kala itu para pemberontak pun masih dapat bertahan karena mendapat pasokan air bersih yang cukup dengan cara menimba sumur zamzam yang berada di dalam masjid. Apalagi, mereka ternyata juga sudah menimbun bahan makanan di dalam kamar yang selama ini ditempati para 'pedagang air zamzam' yang berasal dari Yaman tersebut. Selama dua pekan aksi tembak-menembak berlangsung sangat seru,'' ungkapnya.

Dan sadar sepenuhnya bila pemberontak diserbu dengan senjata akan memakan banya korban, pihak tentara Kerajaan Arab Saudi kemudian membanjiri area Masjidil Haram dengan air sampai air tergenang. Setelah itu, air yang tergenang dialiri listrik.

"Nah, pada saat itulah para pemberontak menyatakan menyerah karena takut gosong tersengat listrik. Begitu menyerah pasukan kerajaan segera meringkusnya untuk kemudian diadili. Imbas dari peristiwa itu semua anak keturunan dan kabilah Juhaiman diawasi ketat sampai sekarang. Padahal, kabilah ini termasuk kabilah Badui yang besar,'' kata Baluki.

Hikmah dari peristiwa itu, lanjut Baluki, kemudian secara serius Pemerintah Kerajaan Saudi mulai membenahi fasilitas dan cara pembagian air zamzam dan fasilitas lain kepada para jamaah yang hadir di Masjidil Haram. Bila di zaman dahulu untuk meminum air zamzam harus menyediakan uang 1–5 Real Saudi, kini air itu bisa dengan mudah dinikmati. "Meski begitu, para jamaah haji sebenarnya pun kini membayarnya karena jasa air zamzam sudah dimasukkan ke dalam biaya 'muzamazah' atau biaya 'standard service' layanan haji,'' ujarnya.

 

Maka, kini tak heran bila di musim haji dan di setiap tempat penginapan jamaah tersedia air minum dari air zamzam. Sedangkan di kawasan Arafah dan Mina di masa puncak haji juga tersedia tempat minum air zamzam di area terbuka. Keran air zamzam ini disediakan di dalam sebuah wadah mirip wastafel.

"Jadi, berkat peristiwa itu, khusus untuk air dan pengelolaan sumur zamzam di Masjidil Haram semakin baik. Kini bahkan area sumur itu sudah ditutup. 'Tempat pompanya' telah diletakkan di lantai bawah Masjidil Haram. Dan berbeda dengan suasana di awal tahun 80-an itu, sekarang pun sudah tak ada lagi orang yang mandi-mandi atau mencuci pakaian ihram dengan air zamzam. Dahulu kebiasaan ini banyak dilakukan jamaah haji asal India dan Pakistan (bahkan juga di Jawa). Bagi mereka kain ihram yang dicuci dengan air zamzam menjadi bernilai khusus atau magis, yakni sebagai lambang kesucian dan akan dipakai sebagai kain kafannya,’’ ujar Baluki.


 


Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement