Kamis 15 Oct 2020 13:15 WIB

Sumpah Halal untuk Produk UMKM dan Mengapa Perlu ?  

Sumpah halal untuk UMKM pernah diterapkan di Malang, Jawa Timur

Sumpah halal untuk UMKM pernah diterapkan di Malang, Jawa Timur Ilustrasi Makanan Halal
Foto:

 

Self Declare, Akad Halal?

Beberapa tahun lalu, MUI Kota Malang pernah melakukan akad sumpah halal khusus bagi pelaku UMK di kota berhawa sejuk ini. Menurut Kiai Chamzawi, salah satu inisator sekaligus Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Malang, awal mula munculnya inisiatif menerapkan akad sumpah halal adalah kebutuhan masyarakat yang mempertanyakan kehalalan suatu produk yang beredar di masyarakat.

Saat itu, sekitar 2012 muncul kasus bakso Malang yang terkenal itu bercampur dengan daging tikus atau anjing (kasus bakso tikus/anjing). Masyarakat gelisah dan mengadu kepada MUI tentang kehalalan bakso yang beredar di pasar. Dari situlah MUI berinisiatif mengumpulkan pedagang bakso (kemudian pelaku usaha mikro dan kecil lainnya, terutama makanan siap saji) untuk dilakukan pembinaan tentang kehalalan produk. 

Tahapan pelaksanaan akad sumpah halal dimulai dari memanggil pedagang/penjual makanan dan meminta penjelasan tentang proses produksinya, bahan apa yang digunakan, dan sanggup jika ada petugas yang akan mendatangi ke lokasi tempat usaha.

Jika sudah dinyatakan bahan dan prosesnya benar, yang bersangkutan bersedia disumpah. Pelaku usaha diberi blanko ikrar, akad dengan lafal sumpah, pernyataan lisan: “Saya bersumpah bahwa produk saya ini halal, bahannya halal. Saya bersedia dilaknat Allah jika pernyataan yang saya sampaikan tidak benar”. 

Komisi Fatwa MUI mengeluarkan piagam sebagai bukti akad sumpah halal kepada pelaku usaha, ditandatangani bersama antara Ketua Komisi Fatwa dan Ketua MUI Malang.Pelaku usaha lalu memasang piagam tersebut di lokasi usahanya sebagai bukti bahwa usahanya telah memenuhi kehalalan. Ikrar itu berlaku selama dua tahun dan diperbarui setiap tahunnya untuk memastikan pelaku usaha menjalankan amanah. 

Melihat respons positif dari masyarakat, MUI kemudian menerapkan standar dan proses tersebut kepada pelaku usaha lain, misalnya juru sembelih dan tempat pemotongan hewan/unggas (TPH/U).

photo
Ilustrasi Makanan Halal - (dok. Republika)

Juru sembelih yang diminta datang ke kantor MUI menyatakan ikrar bahwa sembelihannya halal, kemudian MUI menyatakan bahwa sembelihan di TPH/U itu halal, sesuai syariat Islam. Karena bersifat sukarela, melalui akad halal itu akhirnya makin banyak pelaku usaha yang datang ke kantor MUI untuk menyatakan dan siap berikrar sumpah halal di hadapan MUI.

Berdasarkan pengalaman di atas, MUI Malang mengembangkan pembinaan agama kepada pelaku usaha, bekerjasama dengan perguruan tinggi setempatyakni Universitas Brawijaya. Mereka menugaskan mahasiswa untuk membina pedagang di sekitar Malang, sebagai bagian tugas dan pengabdian masyarakat. Hasil pembinaan tersebut disampaikan ke MUI.

Jika pedagang atau pelaku usaha yang dibina itu sudah memenuhi kehalalan dalam produknya, mereka akan datang atau dipanggil oleh MUI untuk akad sumpah halal. 

Secara fiqhiyah, akad halal seperti dilaksanakan MUI dibenarkan (dapat dibandingkan dengan akad nikah) dengan syarat-syarat yang ketat. Pertama, ada pernyataan dari pelaku usaha bahwa bahan yang digunakan halal atau memiliki sertifikat halal, proses produksinya juga benar sesuai ketentuan halal.

Jika ada bahan yang diragukan, pelaku usaha disarankan menggunakan bahan yang jelas halal. Kedua, bukti dan  dokumen untuk verifikasi, tentang asal bahan dan proses produksi. Jika memenuhi syarat, akan dilangsungkan akad.

Ketiga, akad sumpah dilakukan pelaku usaha, ibarat mempelai lelaki dalam pernikahan. Keempat, saksi yaitu pendamping (misal mahasiswa yang mendampingi pedagang) atau penyelia halal. Kelima, lafal sumpah secara lisan, seperti ‘aqd al-nikah. Keenam, penyumpah dalam hal ini otoritas ulama, Komisi Fatwa MUI. Dan ketujuh, piagam halal yang diberikan kepada pelaku UMK, dapat disamakan dengan buku nikah. 

Tambahan lagi, syarat maqbul/sahnya akad halal terpenuhi, yaitu pelaku usaha sudah menyatakan sumpah, harusnya sudah cukup, tak boleh diragukan. Jika yang bersangkutan berbohong, bertanggung jawab di hadapan Allah SWT.

Syarat lainnya ada, pelaku usaha sudah ditanya, dokumennya diverifikasi petugas. Dalam konteks saat ini petugas BPJPH. Selain itu, sumpah halal yang dinyatakan secara lisan dihadapan saksi atau petugas. Terakhir, bukti berupa piagam yang menyatakan produk tersebut memenuhi kaidah kehalalan. Jika piagam ini diganti dengan sertifikat halal, maknanya “bukti tertulis” penetapan halal yang dikeluarkan  otoritas ulama.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement