Sabtu 02 Jan 2021 09:20 WIB

Ratusan Migran Terdampar Dalam Kondisi Beku di Kamp Bosnia

Migran di Bosnia terdampar dalam suasana beku

Hampir seribu migran menghadapi kondisi musim dingin yang tak kenal ampun tanpa perlindungan pada hari Kamis setelah dipaksa kembali ke kamp bekas kamp mereka di Bosnia yang terbakar habis
Foto:

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), yang mengelola situs tersebut bersama LSM lain, memutuskan untuk menarik timnya karena alasan ini dan meminta pihak berwenang untuk membuka kembali pusat penerimaan di Bira, di kota tetangga Bihac.

Pusat kamp ini, yang terletak di sebuah pabrik bekas, telah ditutup pada awal Oktober, sebelum pemilihan kota, di bawah tekanan penduduk.

Itu adalah janji pemilihan yang bertekad untuk ditepati oleh Walikota Suhret Fazlic: "Kami tidak akan mengizinkan mereka untuk kembali. Ini tentang keselamatan kami," ulangnya berulang kali.

Pada Rabu malam lalu, dia bergabung dengan puluhan warga berkumpul di depan lokasi untuk mencegah pemulangan migran. Kotanya yang berpenduduk 56.000 jiwa terletak di "rute Balkan" dan telah dilintasi sejak 2018 oleh puluhan ribu demonstran yang melarikan diri dari konflik dan kemiskinan di Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

Saat ini ada sekitar 8.500 dari mereka di Bosnia, salah satu negara termiskin di Eropa, menurut Peter Van der Auweraert, kepala IOM di negara tersebut.

Hampir 6.000 dari mereka tinggal di pusat penerimaan, sementara "antara 2.500 dan 3.000 tidak memiliki tempat berlindung". Banyak diantara pengungsi yang berjongkok di gedung dan rumah yang ditinggalkan dan secara teratur mencoba menyeberang ke Kroasia, negara anggota UE yang secara teratur menolak mereka masuk dari Bosnia.

Menurut polisi Bosnia, kebakaran yang terjadi pada 23 Desember di Lipa mungkin adalah ulah para migran itu sendiri untuk memprotes penarikan IOM.

"Saya mendapat kesan bahwa mereka ingin memprovokasi situasi ini," kata Fazlic tentang keputusan IOM untuk mundur.

Sebuah solusi tampaknya telah ditemukan pada hari Selasa ketika menteri keamanan Bosnia Selmo Cikotić mengumumkan bahwa mereka akan ditempatkan di bekas barak di Bradina, sebuah desa di selatan negara itu.

Seribu migran kemudian naik bus. Namun menghadapi permusuhan dari penduduk desa ini, bus tidak pernah pergi dan para migran diantar kembali ke kamp yang terbakar setelah seharian menghabiskan waktu di dalam kendaraan.

"Sayangnya, saya belajar untuk hidup seperti binatang. Saya tidak peduli apakah mereka membawa kami ke tempat lain atau meninggalkan kami di sini. Lebih baik tinggal di sini karena perbatasannya tidak jauh dan saya akan mencoba 'permainan' lagi dalam beberapa hari ke depan,

"Nuha, seorang warga Iran berusia 35 tahun, mengatakan kepada AFP. Istilah "permainan" digunakan oleh para migran untuk menunjukkan upaya mereka melintasi perbatasan dengan Kroasia di wilayah pegunungan dan hutan ini.

Bagi Nuha, "rasa sakit terbesar" adalah berpisah dari istri dan putranya yang lahir "di jalan" di Yunani. Mereka telah berada di Inggris selama dua tahun.

"Migran tidak diinginkan di mana pun Anda mencoba untuk menampung mereka," kata Cikotić, yang juga meminta pemerintah kota dan wilayah untuk mengizinkan pusat Bihac dibuka kembali.

Tetapi dia tidak dapat memerintahkan mereka untuk melakukannya. Kekuasaan di negara yang terpecah secara etnis ini sangat terdesentralisasi. Otoritas lokal dapat menolak keputusan pemerintah federal.

"Ini menunjukkan dengan sangat baik kelemahan negara Bosnia dengan sistem politik yang membutuhkan "konsensus di antara tingkat yang berbeda," kata Peter Van der Auweraert.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB telah berbicara di Twitter menentang "penderitaan yang tidak dapat diterima" para migran. "Jelas bahwa solusi langsung dan praktis adalah pembukaan kembali pusat Bira," kata Komisaris Eropa Ylva Johansson.

Kepala diplomasi Eropa Josep Borrell juga meminta otoritas lokal "di semua tingkatan" untuk mengatasi krisis "segera" sebelum mengerjakan "solusi jangka panjang".

Uni Eropa telah memberi Bosnia sekitar 85,5 juta euro sejak 2018 untuk membantunya mengatasi migrasi. Husein Kavazović, Mufti Agung di Bosnia, yang setengah dari 3,5 juta penduduknya adalah Muslim, mengecam "perlakuan yang tidak dapat diterima" terhadap para migran.

"Perlakuan yang tidak manusiawi dan memalukan terhadap orang-orang ini memalukan bagi Bosnia, tapi juga bagi Eropa," katanya.

Terkait sosal ini seorang warga Bosnia yang kini tinggal di Jakarta, Edin Hidzalik mengatakan berita itu memang benar adanya. Dan para migran itu berasal dari dari Maroko, Afghanistan, dan lainnya. Mereka tengah ke akan bermigrasi ke Eropa dengan melewati Bosnia.

''Betul berita itu. Tapi ini permainan Eropa yang bikin jalur bebas sampai Bosnia. Ingat, Bosnia sendiri kan tidak jelas negarannya,'' katanya.

Menurunta, pengungsi atau migran dari Syiria ketika melintas di Bosnia mereka dibantu para penduduk. Negara tak bantu dan inilah yang kini disebut migran atau bukan lagi pengungsi.

Namun, lanjutnya, para migran ini meski dibantu penduduk Bosnia, kerap kali bikin masalah. Mereka sering berkelahi, menempati rumah kosong dan membakarnya. Ini kemudian membuat penduduk kapok menolong mereka.''Hampir tiap malam ada yang ditusuk dan berantem antar mereka sendiri. Kadang juga berkelahi dengan warga Bosnia yang menolongnya."

"Para perempuan migran kerap curi dompet. Jadi warga kapok dan kemudian ada penolakan di mana-mana untuk dijadikan kamp. Paling parah ini terjadi di ujung barat-utara perbatasan Bosnia dengan Kroasia yang menjadi perbatasan Uni Eropa,'' tegas Edin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement