Pedagang menggunakan pemberat yang terbuat dari batu permata yaitu batu akik Yaman untuk menentukan berat mutiaranya. Seorang peneliti dan penulis tentang mutiara, Ibrahim Moftah mengatakan pentingnya berburu mutiara di masyarakat Farasan berawal dari fakta bahwa ketangguhan seorang penyelam diukur dari kemahirannya berburu mutiara.

Tanpa tangki oksigen dan perlengkapan selam modern serta harus menghadapi bahaya predator laut, menjadikan profesi pemburu mutiara seperti yang dilakukan orang-orang Farasan jauh lebih sulit. Hanya penyelam terkuat dan paling mahir yang bisa menyelam tanpa menggunakan penjepit hidung.

“Para pedagang tidak menjual permata mereka di negara tetangga. Pasar mereka ada di Timur, seperti India. Selain keuntungan materi yang mereka peroleh, mereka membawa pulang pengaruh peradaban timur. Itu tercermin dalam gaya arsitektur yang mereka adopsi di rumah, yang efeknya masih dapat dilihat hingga hari ini di Rumah Al-Rifai dan Masjid Najdi, serta pada bahan yang digunakan pada pakaian wanita, yang disulam dengan sutra dan buluh,” katanya.

Ia menambahkan para pedagang mutiara membawa bahan-bahan yang masih baru ke wilayah itu, seperti kayu berharga, ubin Jepang, lukisan bertahtakan gading. Seiring waktu, perdagangan mutiara diproduksi oleh negara-negara seperti Jepang yang menyebabkan industri mutiara di Provinsi Timur Arab Saudi mati, seiring industri minyak menjadi industri yang berkembang pesat di Kerajaan Arab Saudi.

Itu juga bersamaan dengan generasi muda yang memilih meninggalkan pekerjaan tradisional seperti menyelam mencari mutiara dan meninggalkan bisnis keluarga berdagang mutiara. Meski begitu, menyelam mencari mutiara masih dianggap sebagai salah satu tradisi paling berharga di Kerajaan Arab Saudi. Menyelam mencari mutiara menjadi salah satu yang berkontribusi pada koneksi lintas wilayah Teluk yang membawa kekayaan dari generasi ke generasi. 

https://www.arabnews.com/node/1786421/saudi-arabia

Ikuti Whatsapp Channel Republika