Jumat 02 Jul 2021 05:03 WIB

Kisah-kisah dari Krematorium India

Pekerja krematorium berjuang untuk mengatasi jumlah kematian akibat COVID di India.

Deen Dayal Verma, seorang pekerja krematorium di Barabanki, Uttar Pradesh, duduk di bawah naungan di dalam kompleks krematorium tempat dia bekerja
Foto:

Saya harus melakukan pekerjaan pendeta

Di Belai Ghat, di tepi sungai suci Gangga di Belai, Unnao, Uttar Pradesh, sekitar 64km (40 mil) utara Lucknow, Ankit Dwivedi memberi tahu seseorang melalui telepon untuk memastikan tubuh jenazah yang mereka miliki terbungkus rapat lembaran plastik saat mereka ingin dia melakukan kremasi. 

Hari-hari ini, dengan beberapa pendeta Hindu takut untuk mengawasi kremasi karena pandemi, Maka pekerja krematorium berusia 23 tahun itu juga melakukan tugas mereka. Meskipun dia bukan seorang pemuka gama dan tidak menerima pelatihan keagamaan, Ankit-lah yang sekarang dengan cepat membacakan lagu dan doa  pemakaman sebelum menyalakan tubuh. 

“Banyak orang sekarat dan tidak ada yang tahu alasannya [karena kurangnya tes COVID],” katanya. “Ada kemungkinan besar COVID berada di balik lonjakan kematian yang tiba-tiba ini. Dan untuk melindungi diri saya sendiri, saya telah meminta semua orang untuk membungkus mayat dengan selembar plastik sebelum mereka datang ke ghats [tepi sungai],'' tegasnya.

Di waktu yang lebih normal, tempatnya adalah situs yang sangat suci. Ini karena  sungai Gangga dianggap paling suci di India. Maka setelah mayat dikremasi, anggota keluarga di India yang menganut agama Hindu membawa abu dari krematorium terdekat untuk ditempatkan di sungai, dengan keyakinan bahwa jiwa orang yang meninggal akan dibersihkan oleh air. 

"Sekarang, karena krematorium tidak dapat memenuhi beban kerja," kata Ankit. Dan kini malah semakin banyak keluarga yang menguburkan orang mati. Padahal  dulu dianggap tidak dapat diterima dalam agama Hindu. 

Kata Ankit kini sudah tidak ada pilihan lain, Krematorium penuh dan orang harus segera menyingkirkan mayat karena risiko infeksi dan stigma sosial yang melekat pada mereka yang meninggal karena COVID. 

“Penyakit COVID ini telah mengubah banyak hal. Orang-orang sekarang ingin menguburkan jenazah mereka jika mereka tidak bisa melakukan kremasi secepat mungkin. Alasan di baliknya ini semua adalah kemiskinan dan ketakutan akan COVID,” kata Ankit. 

“Sebelum pandemi, 10 hingga 12 kremasi dilakukan di ghat ini setiap minggu tetapi pada bulan April dan Mei saya telah melakukan setidaknya 25 kremasi setiap minggu dan tidak pernah dalam hidup saya melihat jumlah kematian yang begitu besar. Saya berdoa kepada Tuhan untuk tidak menunjukkan kepada kita situasi yang sama lagi,'' ujar Ankit Dwivedi. 

Tales from an Indian crematorium | Coronavirus pandemic – Breaking News,  World Latest News, India News, Today's News, India Latest Stories

Keterangan foto: Ankit Dwivedi, (23 tahun), berfoto di luar rumah yang dia tinggali bersama orang tua dan kakak laki-lakinya di Belai, dekat sungai Gangga tempat dia bekerja sebagai pekerja kremasi [Saurabh Sharma/Al Jazeera]

“Saya bangun sekitar jam 5.30 pagi dan kemudian saya sampai di tepi sungai Gangga ini jam 6 pagi. Saya tinggal di sana sepanjang hari dan makan apa pun yang saya dapatkan dari orang-orang yang membawa mayat bersama mereka atau saya membeli mentimun, semangka, dan hal-hal lain yang ditanam di tepi sungai. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement