Kamis 02 Sep 2021 02:41 WIB

Atlet Senam Jerman dan Diskriminasi Hijab

Pakaian olahraga pesenam wanita Jerman menolak mengenakan bikini.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Muslimah Jerman berunjukrasa di Hamburg, Jerman.
Foto:

Perang negara Prancis terhadap Muslim, ungkap Malia, yang secara tidak proporsional mempengaruhi wanita, dirasakan baik di olahraga maupun di tempat umum. Tetapi para wanita muda ini dan sekutu mereka menolak untuk dibungkam atau diusir dari lapangan. Mereka menentang upaya negara Prancis untuk menghapus wanita Muslim berhijab dari mata publik dengan menciptakan ruang bagi anak perempuan dan perempuan untuk bermain dan aktif di depan umum.

"Di Jerman, wanita Muslim juga telah dimobilisasi untuk membela hak-hak mereka. Jadi untuk tim senam Jerman dan setiap individu atau kelompok lain yang ingin melawan penindasan berbasis gender di Jerman, mudah untuk menemukan sekutu yang telah lama berpengalaman melakukan aktivisme semacam itu,"kata dia.

Organisasi nasional seperti Koalisi untuk Wanita Muslim dan Dewan Koordinasi Muslim Jerman telah lama melakukan perlawanan, mengorganisir kebijakan dan praktik yang telah mereka peringatkan berdampak lebih dari sekadar Muslim.

Demikian pula, Bündnis #GegenBerufsverbot (Koalisi Menentang Larangan Profesional) memimpin kampanye menentang larangan hijab dalam sifat diskriminatif dari Undang-Undang Netralitas Berlin. Semuanya dengan latar belakang sayap kanan yang berkembang yang bahkan menduduki kursi di parlemen. 

 

Ada sekitar 5,5 juta Muslim di Jerman. Mengabaikan hak-hak perempuan Muslim membuat kampanye apa pun untuk kesetaraan gender tentu tidaklah selesai. Dari banlieue hingga Olimpiade, dari leotard hingga hijab, dari arena olahraga hingga tempat kerja, kebenaran sederhana dari slogan feminis tetap menjadi seruan yang kuat, yaitu "tubuh kita, pilihan kita".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement