Kamis 09 Sep 2021 04:41 WIB

Menjadi Muslim Amerika Setelah Tragedi 9/11

Banyak Muslim Amerika berada dalam bayang-bayang tragedi 9/11

Rep: Rossi Handayani/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah umat Muslim melaksanakan shalat tarawih di Pusat Komunitas Muslim Chicago, Senin (12/4). Umat Muslim di AS tergolong multietnis dan nasionalitas. Tercatat jumlah umat Muslim Chicago mencapai angka 350 ribu jiwa atau lima persen dari populasi. Terdapat pula penganut Islam yang merupakan warga kulit putih AS dan Hispanik (keturunan latin). Namun, sejak lama Chicago terkenal sebagai wilayah konsentrasi kaum Muslim Afro-Amerika. Meski berbeda bahasa, adat maupun budaya, akan tetapi dalam beberapa kesempatan, terutama pada ibadah shalat serta aktivitas Ramadhan, satu sama lain akan menanggalkan perbedaan untuk bersatu di bawah panji kitab suci Alquran dan sunnah Nabi. Umat Muslim Chicago benar-benar menikmati perbedaan yang ada dan mempererat tali ukhuwah di saat bersamaan. (AP Photo/Shafkat Anowar)
Foto:

Periode itu membuatnya merasa bahwa mencoba mengubah pikiran orang tidak selalu efektif. Akbar akhirnya mengalihkan fokusnya untuk bercerita tentang Muslim Amerika di podcastnya "See Something Say Something."

"Ada banyak humor dalam pengalaman Muslim Amerika juga. Ini bukan hanya kesedihan dan reaksi terhadap kekerasan dan rasisme dan Islamofobia," kata dia.

Sementara Amirah Ahmed (17) lahir setelah serangan. Dia merasa didorong ke dalam perjuangan yang tidak dia buat. Beberapa tahun yang lalu pada peringatan 9/11 sekolahnya di Virginia, dia merasakan tatapan para siswa padanya dan hijabnya.

Untuk ulang tahun berikutnya, dia mengenakan ke'Amerika-annya' sebagai perisai. Dia mengenakan jilbab bendera Amerika untuk berbicara kepada teman-teman sekelasnya dari podium.

Ahmed berbicara tentang menghormati kehidupan mereka yang tewas di Amerika pada 9/11, dan warga Irak yang tewas dalam perang yang diluncurkan pada 2003. Dia mengatakan, itu adalah momen yang begitu kuat.

Akan tetapi dia berharap anak-anaknya di masa depan tidak merasa perlu untuk membuktikan bahwa mereka pantas. "Anak-anak kita akan berada (di sini) jauh setelah era 9/11. Mereka seharusnya tidak harus terus berjuang untuk identitas mereka," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement