Ahad 19 Sep 2021 10:45 WIB

KH Abdullah Syathori Ulama Besar dari Arjawinangun (II)

Tebuireng menjadi tempat KH Abdullah Syathori melabuhkan diri.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Salah satu sudut Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur.
Foto:

Dalam beberapa kesempatan, Syathori diminta untuk mengajar para santri lainnya, umpamanya, tentang kitab Alfiyah karya Ibnu Malik. Di antara murid-muridnya kala itu ialah Muhammad Ilyas, yang kelak menjadi menteri agama RI pada zaman Orde Lama. Bahkan, KH Abdul Wahid Hasyim--putra sang pengasuh Tebuireng--pun pernah menimba ilmu darinya.

Mbah Hasyim diketahui sangat menyenangi cara Syathori mengajar. Karena itu, kakek presiden ke empat RI itu memberikan kepercayaan kepadanya untuk terus melakoni peran sebagai ustaz. Pernah ulama besar ini berkata di hadapan para murid, Anak-anak Cirebon, Indramayu dan lain-lainnya, kalau tidak bisa belajar sama saya, cukup belajar dengan Syathori.

Sebenarnya, Tebuireng bukanlah menjadi tambatan hatinya yang terakhir. Dalam arti, Syathori ingin meneruskan rihlah intelektualnya ke pesantren lain, terutama yang diasuh KH Kholil Bangkalan. Kiai berjulukan Syaikhona itu merupakan guru bagi banyak ulama besar di Tanah Jawa, termasuk Mbah Hasyim sendiri.

Sayang sekali, sosok yang diyakini sebagai waliyullah itu terlebih dahulu wafat pada 1925. Maka, Syathori pun mengurungkan niatnya beranjak ke pesantren selain Tebuireng.

Setelah melihat kecerdasan Syathori, Mbah Hasyim Asy'ari kemudian bermaksud menikahkan santri yang sangat dikasihinya tersebut dengan seorang putrinya. Namun, pemuda ini merasa tidak layak mendapatkan penghormatan sedemikian tinggi itu. Berbagai alasan pun coba ditunjukkannya. Bahkan, pernah suatu ketika dirinya sengaja bermain bola, suatu olah raga yang tidak disukai Mbah Hasyim.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement