Ahad 19 Sep 2021 10:45 WIB

KH Abdullah Syathori Ulama Besar dari Arjawinangun (II)

Tebuireng menjadi tempat KH Abdullah Syathori melabuhkan diri.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Salah satu sudut Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur.
Foto:

Pada saat yang sama, Syathori mendengar kabar dari desanya. Ternyata, kedua orang tuanya sudah menjodohkannya dengan seorang gadis yang bernama Masturoh, putri Kiai Adzro'i bin Muhammad Nawawi. Pernikahan antara Syathori dan perempuan tersebut berlangsung pada 1927.Mbah Hasyim turut hadir dalam acara akad nikah santri kinasihnya tersebut.

Setelah melaksanakan akad nikah, Kiai Syathori kemudian berangkat ke Tanah Suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah pulang Tanah Air, pesta pernikahannya diselenggarakan pada 1928. Selanjutnya, untuk beberapa lama Kiai Syathori menetap di Kali Tengah, Plered, Cirebon.

Di sana, dirinya juga belajar ilmu hikmah kepada Kiai Rofi'i. Ulama-sufi itu juga merupakan ayah tiri dari istrinya. Selain itu, Kiai Syathori juga membuka pengajian kitab kuning untuk masyarakat umum. Salah satu kitab yang ditelaahnya ialah Shahih Bukhari. 

Setelah beberapa lama tinggal di Kali Tengah, Kiai Syathori kemudian pindah ke Arjawinangun.Di sanalah dirinya membangun Pondok Pesantren Dar al-Tauhid pada 1930. Setelah memiliki pesantren sendiri, ia lebih banyak mende di kasikan waktunya untuk mengajar dan mengembangkan lembaga pendidikan tersebut.

Sebagai ulama, Kiai Syathori dikenal sebagai sosok yang karismatik. Ia tidak hanya bergelut dengan lembaran-lembaran kitab kuning, tetapi juga aktif dalam ranah sosial dan politik dengan telibat aktif di organisasi NU antara tahun 1950an hingga 1970-an. Ia tercatat pernah menjadi syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement