Ahad 19 Sep 2021 11:00 WIB

KH Abdullah Syathori Ulama Besar dari Arjawinangun (III)

KH Abdullah Syathori merupakan seorang dai kebanggaan masyarakat Cirebon.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Suasana sepi alun-alun Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (5/7/2021). Pemkot Cirebon menutup sementara sejumlah objek wisata, alun-alun dan tempat ibadah selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tanggal 3-20 Juli untuk mengurangi angka penularan COVID-19.
Foto:

Apa yang dilakukannya memang terlihat sepele, tapi dengan demikian Kiai Syathori dapat merasakan langsung persoalan dan apa yang dirasakan masyarakat sekitarnya.Sehingga, dakwah Islam yang dilakukannya melalui jalur pesantren dapat terasa lebih mengakar.

Dalam hubungan antaretnis dan agama yang berbeda, Kiai Syathori bukan hanya menghormati dan menghargai perbedaan yang ada, melainkan juga aktif menciptakan hidup bersama secara damai.

Misalnya, ketika bulan suci Ramadhan, ia memperbolehkan para warga Tionghoa, baik Muslim maupun non-Muslim untuk mengirimkan takjil kepada kepada para santrinya. Sajian itu lalu dinikmati bersama hadirin jamaah di masjid pesantren. 

Tidak hanya itu, Kiai Syathori juga menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah tempat anak-anak Tionghoa dan non-muslim sekolah. Ia membiarkan generasi penerusnya memahami keragaman sejak awal, tanpa harus khawatir anak-anaknya terbawa atau terpengaruh agama lain. 

Kiai Syathori juga melakukan kerja sama dengan non-Muslim dalam rangka membangun masyarakat secara bersama-sama.Karena ketulusannya dalam membangun hubungan yang harmonis, akhirnya ada seorang tokoh Tionghoa yang kemudian masuk Islam. Mualaf itu rupanya terpesona oleh akhlak islami, yang ditunjukkan sang alim.

 

Apa yang dilakukan Kiai Syatori dalam menghargai dan mengusung keragaman sedikit banyak berdampak pada kerukunan masyarakatnya.Ini mengingat ketokohannya dalam bidang agama dan bermasyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement