Personel militer memburu para pengunjuk rasa dan melakukan patroli di lingkungan Khartoum. Kelompok hak asasi manusia (HAM), Human Rights Watch, mengungkapkan, pasukan menggunakan peluru tajam saat menghadapi demonstran.
Sementara, Mariam al-Mahdi, tokoh yang menjabat menteri luar negeri dalam pemerintahan yang dibubarkan militer, menyuarakan penentangan terhadap kudeta. Al-Mahdi menegaskan, dia dan anggota pemerintahan Hamdok lainnya tetap menjadi otoritas yang sah di Sudan. “Kami masih di posisi kami. Kami menolak kudeta dan tindakan inkonstitusional semacam itu. Kami akan melanjutkan pembangkangan dan perlawanan kami,” ujarnya.
Pada April 2019, militer Sudan melancarkan kudeta terhadap pemerintahan mantan perdana menteri Omar al-Bashir. Dia dilengserkan setelah memerintah selama 30 tahun. Rakyat Sudan bersuka cita menyambut jatuhnya Al-Bashir. Saat ini dia mendekam di penjara di Khartoum.
Setelah dilengserkan, rakyat menuntut agar pemerintahan transisi dibersihkan dari unsur-unsur Al-Bashir. Setelah itu, Sudan dijalankan oleh pemerintahan transisi gabungan sipil-militer. Pemerintahan tersebut diatur untuk berkuasa selama tiga tahun. Setelah masa transisi berakhir, Sudan akan menggelar pemilu dan membentuk pemerintahan baru. (Reuters/Kamran Dikarma)