Rabu 08 Dec 2021 10:48 WIB

Bagaimana Sektarianisme Pengaruhi Kebijakan Luar Negeri Lebanon

Di Lebanon, identitas sektarian sangat membentuk kesetiaan politik dan persona publik

Di Lebanon, identitas sektarian sangat membentuk kesetiaan politik dan persona publik.

Imigrasi pascaperang ke Lebanon dan emigrasi Kristen ke Barat secara signifikan meningkatkan jumlah penduduk Muslim. Pembagian kekuasaan yang lama jauh dari kepuasan masyarakat, yang kemudian mengakibatkan Perang Saudara Lebanon (1975-1990). Pada 1989, Perjanjian Ta'if membangun perdamaian antar komunitas, mengubah rasio perwakilan lama antara Kristen dan Muslim menjadi seimbang.

Perjanjian tersebut juga meningkatkan kekuasaan perdana menteri Sunni sehingga merugikan kursi kepresidenan, yang diperuntukkan bagi komunitas Kristen Maronit. Posisi di Kabinet juga dialokasikan di antara sekte, dan identitas sektarian membantu orang menemukan pekerjaan di kementerian dan lembaga pemerintah lainnya. Ada persaingan antar-sektarian dan nepotisme yang signifikan di lembaga-lembaga publik.

Identitas Sektarian Didahulukan dari Nasionalitas

Di Lebanon, individu mendefinisikan diri mereka dengan identitas agama/etnis mereka sebelum identitas nasional yang menyeluruh. Persaingan antar komunitas dapat diamati baik di tingkat individu maupun dalam politik luar negeri negara. Semua sekte mencoba memaksimalkan kekuatan mereka dan menggunakan pendukung mereka untuk mencapai tujuan ini.

Kesenjangan sosial juga mendorong budaya politik yang terfragmentasi ini. Semua komunitas memiliki sekutu mereka di tingkat internasional dan dengan demikian, negara ini sangat terpengaruh oleh intervensi asing. Aktor-aktor utama di kawasan seperti Iran, Arab Saudi, dan Turki, ditambah aktor global seperti Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat (AS) memiliki ikatan agama atau budaya dengan komunitas Lebanon, mengubah negara itu menjadi medan perang proksi.

Berbeda dengan Turki yang mendukung integritas Lebanon, di sisi lain Prancis, Arab Saudi, dan Iran melancarkan kebijakan yang lebih agresif di negara itu untuk memperluas pengaruh mereka lebih banyak. Komunitas digunakan untuk kontestasi pengaruh ini.

Perselisihan Diplomatik Antara Lebanon dan Arab Saudi

Dalam beberapa minggu terakhir, Arab Saudi memutuskan hubungan dengan Lebanon setelah komentar Menteri Informasi Lebanon Kordahi tentang Perang Saudara Yaman. Perselisihan dimulai setelah pernyataan Kordahi tentang intervensi militer pimpinan Saudi terhadap pemberontak Houthi.

Kordahi menyatakan bahwa Houthi membela diri dan dia menyebut intervensi militer sebagai "agresi eksternal". Arab Saudi menanggapi dengan mengusir duta besar Lebanon dan menerapkan larangan impor di negara itu.

UEA, Bahrain, dan Kuwait mengikuti Arab Saudi dengan sanksi serupa. Qatar turut mengutuk komentar Kordahi tanpa menjatuhkan sanksi lebih lanjut, dan Oman tetap netral. Faktanya, tanggapan negara-negara Teluk bukanlah hasil dari komentar satu menteri. Isu utama di sini adalah dampak pertumbuhan Iran di Lebanon. Kerajaan dan sekutunya tidak ingin kehilangan pengaruh mereka terhadap saingan regional.

Setelah satu bulan dari krisis diplomatik ini, Menteri Penerangan Kordahi mengumumkan pengunduran dirinya. "Saya menolak digunakan sebagai alasan untuk menyakiti Lebanon dan sesama warga Lebanon di Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya," kata Kordahi dalam konferensi pers.

sumber : https://www.aa.com.tr/id/dunia/analisis-bagaimana-sektarianisme-pengaruhi-kebijakan-luar-negeri-lebanon/2441544
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement