Ahad 12 Jun 2022 12:12 WIB

Berburu Raudhah

Wajar Raudhah dijuluki taman surga karena memang tak semua bisa masuk ke dalamnya.

Raudah di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi.
Foto:

Kami pun menginjakkan kaki di Raudhah. Di sana, sudah ada belasan askar yang memantau durasi waktu doa jamaah. Mereka akan mengusir jamaah yang sudah berdoa lebih dari 10 menit.

Kami pun memakai jurus klasik agar tak diusir petugas. Sholat sunnah mesti lebih lama dan berpindah-pindah. Agaknya, askar dilarang untuk mengusir jamaah yang sedang sholat. Mereka hanya berteriak-teriak dan mencolek kami yang berupaya untuk tetap tenang.

Setelah lebih dari 30 menit di dalam, saya akhirnya keluar dari Raudhah. Saya melalui jalur keluar makam Rasulullah untuk kembali kepada tempat antrean menyusul rombongan yang sudah keluar lebih awal.

Setibanya di sana, kami yang memang mengenakan rompi petugas haji langsung diserbu jamaah Indonesia. Mereka  tidak bisa masuk ke dalam Raudhah karena kerap gagal saat mengisi aplikasi. Bagi jamaah kloter awal, kebanyakan sudah berhasil masuk karena aturan ini baru saja diterapkan beberapa hari yang lalu.

Pada awalnya, kami memandu mereka untuk mengisi Eatmarna. Sayangnya, kebanyakan di antara jamaah tak menyimpan nomor visa. Mereka hanya tahu nomor paspor yang tertera di gelang tangannya. Kalaupun tahu nomor visa, mereka masih tak bisa mengisinya karena opsi kewarganegaraan (nationality) di aplikasi itu tak bisa terisi.

Saya pun berinisiatif untuk meniru cara teman yang berhasil masuk barusan. Kami mengirim tangkapan layar akun aplikasi Eatmarna ke seorang jamaah. Setidaknya, ada tiga jamaah yang berhasil lolos. Satu jamaah lainnya gagal. Askar yang sudah mempelajari situasi lapangan tampak menggeser-geser layar smartphone jamaah itu.

Beberapa jamaah yang gagal masuk menumpahkan kekesalannya kepada kami. Mereka mempertanyakan mengapa panitia tidak menyosialisasikan aturan tersebut sejak di embarkasi.

Jamaah lainnya berpendapat kalau aplikasi ini buah dari kebijakan pemerintah yang menggunakan vaksin asal Cina. Mesti dongkol karena jadi sasaran pertanyaan ‘tidak nyambung’, kami sebisa mungkin menjelaskan kebijakan baru tersebut.

Pertama, Eatmarna bukan milik Pemerintah RI melainkan Saudi. Setahu kami, pihak Saudi baru saja memberlakukan kebijakan masuk lewat aplikasi tersebut.

Saudi memang sudah memberlakukan aplikasi Tawakalna untuk masuk ke area Masjid Nabawi saat pandemi. Hanya saja, kebijakan itu lalu dicabut seiring melandainya angka kasus Covid-19. Kebijakan ini baru dirilis lagi saat musim haji ketika jamaah gelombang pertama sudah berada di Madinah lewat aplikasi yang berbeda.

Selain lewat Eatmarna, pihak Saudi memang membantu kantor misi haji setempat untuk mendapatkan Tasrekh masuk ke Raudhah. Sayangnya, tasrekh tersebut dikeluarkan untuk jamaah kloter-kloter awal. Bagi jamaah yang datang setelahnya, kantor misi haji harus menginput sendiri data jamaah lewat platform lain bernama e-haj.

Setelah itu, tasrekh akan keluar berupa daftar manifest rombongan jamaah maksimal 50 orang beserta jadwalnya. Tasrekh ini akan menjadi tiket masuk mereka ke Raudhah. Hanya saja, aplikasi ini kerap bermasalah (eror). Sekalinya bisa, jadwal masuk Raudhah masih berwarna merah. Keinginan jamaah yang hendak masuk ke Raudhah pun harus tertunda.

Hanya saja, tidak ada yang tidak mungkin di Tanah Haram ini. Selain cerita kegagalan, banyak juga petugas PPIH dan jamaah yang berhasil masuk ke Raudhah tanpa aplikasi apa pun. Ada jamaah sudah tiga kali mengantre berhasil melewati pintu askar. Dia mengiba sambil menunjukkan tiga jari kepada petugas. Ada juga jamaah yang berhasil lolos dari penjagaan karena datang sejak pukul 12 malam.

Seorang teman malah masuk setelah membantu mendorong lansia di kursi roda. Mendengar itu semua, hati saya manggut-manggut. Wajar jika Raudhah dijuluki taman surga karena memang tidak semua bisa masuk ke dalamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement