Sabtu 25 Jun 2022 22:07 WIB

Kajian Berbahasa Indonesia di Pintu 19 Masjid Nabawi

Ustadz Ariful Bahri berbicara seputar manasik haji.

Rep: Achmad Syalaby Ichsan/ Red: Ani Nursalikah
Kajian Berbahasa Indonesia di Pintu 19 Masjid Nabawi, Madinah, oleh Ustadz Ariful Bahri. Kajian Berbahasa Indonesia di Pintu 19 Masjid Nabawi
Foto: Republika/Achmad Syalaby Ichsan
Kajian Berbahasa Indonesia di Pintu 19 Masjid Nabawi, Madinah, oleh Ustadz Ariful Bahri. Kajian Berbahasa Indonesia di Pintu 19 Masjid Nabawi

IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Saat musim haji, Masjid Nabawi diramaikan dengan beragam kajian yang diisi oleh para ulama. Pada sore hari hingga Adzan Maghrib, ada halaqah  Alquran untuk pengunjung. Selepas Maghrib hingga Adzan Isya, ada program kajian keislaman yang diisi oleh para syeikh dari Universitas Madinah.

Jamaah haji asal Indonesia yang tengah menunaikan ibadah Arbain dapat mengikuti kajian Berbahasa Indonesia di Pintu 19, Masjid Nabawi. Salah satu pengisi kajian di masjid yang dibangun Rasulullah tersebut adalah Ustadz Ariful Bahri. Lulusan Universitas Madinah itu mengisi kajian pada saat musim haji. Materi yang diberikan seputar manasik haji.

Baca Juga

Ustadz asal Riau itu mengisi kajian setiap bada Maghrib hingga adzan Isya berkumandang. Pada Jumat, 24 Juni misalnya. Ustadz Ariful Bahri menjelaskan tentang inti dari ritual haji yakni Wukuf di Arafah. Puluhan jamaah tampak khusyuk mengikuti kajian tersebut.

"Haji itu adalah Arafah. Maknanya, Arafah itu adalah inti sari dari ibadah haji," jelas dia.

Menurut dia, hari Arafah merupakan momentum yang mulia. Untuk menghormati kemuliaannya, kaum Muslimin di seluruh dunia bahkan disunnahkan untuk berpuasa.

Orang yang menjalankan ibadah shaum tersebut dijanjikan akan mendapatkan pengampunan dosa selama setahun sebelumnya. “Bagaimana dengan mereka yang berwukuf sementara orang yang puasa dijanjikan ampunan?” jelas Ustadz Ariful Bahri.

Dia pun mengungkapkan, jamaah harus cermat mengenai kapan waktu dan dimana lokasi wukuf yang tepat. Mengenai waktu, Ustaz Ariful Bahri menjelaskan, pendapat para ulama yakni wukuf ada pada waktu Zawal dimana tergelincirnya matahari sampai terbenam.

Artinya, selepas zuhur hingga matahari terbenam. Meski demikian, Ustadz Ariful Bahri menjelaskan, ada ulama lain yang berpendapat jika waktu wukuf sudah dimulai setelah terbit fajar atau waktu Dhuha hingga terbenamnya matahari.

Selain itu, Ustadz Ariful Bahri meminta jamaah untuk mengetahui batas-batas Padang Arafah. Jika keluar dari batas tersebut, ujar dia, wukufnya bisa dianggap tidak sah. Padang Arafah merupakan kawasan di luar tanah haram. Pemerintah Arab Saudi sudah membatasinya dengan rambu berwarna kuning.   

Ustadz Ariful Bahri mengingatkan kepada jamaah agar mempersiapkan diri sebelum wukuf tiba. Jamaah bisa tidur sejenak agar badan menjadi fit. Setelah itu, jamaah bisa mengikuti khutbah Arafah sebelum melakukan sholat jamak qashar Zuhur dan Ashar berjamaah. Jamaah kemudian dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan bermunajat dan berdzikir kepada-Nya hingga terbenam matahari.

Menurut Ustadz Ariful Bahri, munajat dilakukan dengan menjauhkan diri dari kerumunan. Di tengah kesendirian, ujar dia, jamaah dianjurkan untuk mensyukuri segenap nikmat yang diberikan oleh Allah SWT semasa hayatnya. Setelah itu, jamaah bisa bermohon ampun kepada Allah SWT atas segala dosa-dosa yang dilakukan.

“Apalagi insya Allah haji ini bertepatan dengan hari Jumat dimana bertemu dua keutamaan didalamnya. Hari Arafah dan hari Jumat,” jelas dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apakah internet dan teknologi digital membantu Kamu dalam menjalankan bisnis UMKM?

  • Ya, Sangat Membantu.
  • Ya, Cukup Membantu
  • Tidak
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًا ۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِاِذْنِهٖ ۗ وَاللّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih hanyalah orang-orang yang telah diberi (Kitab), setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.

(QS. Al-Baqarah ayat 213)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement