IHRAM.CO.ID, Dalam Islam, setiap orang yang hendak melakukan ibadah harus mempunyai maksud sebelum melakukannya. Inilah syarat agar perbuatan tersebut dianggap sah. Secara bahasa, arti niat sama dengan al qasdu (bermaksud), al-azimah (tekad), al-iradah (keinginan), dan al-himmah (menyengaja).
Menurut al-Muhasibi, niat berarti keinginan seseorang untuk mengerjakan sesuatu atau pekerjaan tertentu, baik karena perintah Allah SWT atau hal lainnya. Sedangkan, menurut Ibnu Abidin, niat berarti kehendak untuk taat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam melakukan suatu pekerjaan.
Para ulama mazhab Syafi'i mendefinisikan niat dengan adanya maksud terhadap sesuatu yang diikuti dengan mengerjakannya. Atau, kehendak hati untuk mengerjakan suatu pekerjaan, baik yang wajib maupun yang sunah. Ada pula yang mendefinisikan dengan kehendak hati terhadap suatu pekerjaan untuk mencari ridha Allah SWT dengan mengikuti aturannya.
Niat selalu disyariatkan sebagaimana diungkapkan dalam Alquran dan hadis. Dalam Alquran, diungkapkan dengan kata-kata ikhlas dan mukhlis yang berkaitan erat dengan niat. Seperti dalam surah al-Baqarah ayat 139, al-A'raf ayat 29, Yunus ayat 22, al-Ankabut ayat 65, az-Zumar ayat 2, 11, dan 14, Luqman ayat 32, serta al-Bayyinah ayat 5.
Dalam hadis didapati beberapa sabda Rasulullah SAW yang berbicara tentang niat. Seperti hadis dari Umar bin Khattab, “Setiap perbuatan hanya sah dengan niat dan setiap orang akan mendapatkan imbalan sesuai dengan niatnya”. (HR Bukhari Muslim).
Hadis lain dari Abu Hurairah menyebutkan, “Allah tidak memandang seseorang berdasarkan kondisi fisik dan rupanya. Melainkan kepada hatinya.” (HR Muslim).
Antara niat dan ibadah erat sekali kaitannya. Berdasarkan hadis-hadis ini, ternyata sah atau tidaknya suatu perbuatan ibadah sangat bergantung pada niat. Kedudukan niat sangat menentukan kualitas perbuatan ibadah dan hasil yang diperolehnya karena niat itu jiwa perbuatan, pedoman, dan kemudinya.
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, niat itu wajib dalam ibadah. Niat merupakan syarat sah suatu ibadah. Sedangkan, dalam masalah muamalah dan adat kebiasaan, jika bermaksud untuk mendapatkan keridhaan dan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, diharuskan memakai niat. Untuk meninggalkan perbuatan maksiat tidak dituntut adanya niat.
Hikmah dan kegunaan disyariatkannya niat, antara lain untuk membedakan antara ibadah dalam arti khusus (mahdah) dan perbuatan lainnya atau antara perbuatan yang disyariatkan dan perbuatan lainnya yang berupa kebolehan saja. Seperti menahan diri dari makan dan minum dengan niat melaksanakan puasa berbeda dengan sekadar untuk menjaga kesehatan tubuh (yang tidak perlu memakai niat).
Niat juga berfungsi membedakan antara satu ibadah mahdah dengan ibadah mahdah lainnya. Niat untuk shalat wajib dibedakan dengan niat untuk shalat sunah, begitu juga niat untuk shalat wajib yang satu dibedakan dengan shalat wajib lainnya. Niat juga berfungsi membedakan apakah perbuatan-perbuatan yang dilakukan itu tujuannya kepada Allah SWT.
Niat terbagi atas beberapa macam. Pertama, berdasarkan susunan perbuatan, niat dikelompokkan pada niat umum dan niat khusus. Niat umum yaitu niat yang mencakup seluruh bagian-bagiannya, seperti niat ibadah semata-mata kepada Allah SWT atau niat menjauhi segala bentuk maksiat karena taat dan takut pada-Nya. Sementara, niat khusus adalah niat yang dilakukan ketika akan melaksanakan bagian yang khusus dari sesuatu yang disyariatkan.
Kedua, pembagian niat berdasarkan kaitannya, yaitu niat untuk membedakan perbuatan ibadah antara satu dan yang lainnya dan niat untuk membedakan maksudnya. Contohnya, niat untuk siapa ia beribadah.
Ketiga, pembagian niat berdasarkan ibadah mahdah, yaitu niat idafi. Niat idafi adalah niat untuk ibadah mahdah yang bisa serupa atau dicampuri oleh adat kebiasaan. Contohnya zakat yang bisa serupa dengan hadiah. Maka niat zakat harus benar-benar di-idafat-kan (disandarkan) kepada Allah SWT.
Selain niat idafi, ada pula niat gairizati, yaitu niat untuk ibadah mahdah yang tidak mungkin bisa dicampuri oleh adat. Contohnya, seperti shalat atau naik haji. Niat seperti ini tidak harus di-idafat-kan kepada-Nya karena ibadah tersebut sudah jelas dan pasti tujuannya.
Adapun tempat niat (mahal an-niyyah) terletak pada hati yang merupakan tempat atau sumber keluar segala kehendak. Sedangkan, waktu niat dilakukan pada awal mengerjakan suatu perbuatan ibadah. Ada perbuatan ibadah yang mengharuskan niat beriringan dengan perbuatannya dan tidak boleh diselingi oleh perbuatan lain, seperti niat shalat. Ada perbuatan ibadah yang tidak mengharuskan demikian, seperti niat puasa dan niat zakat.
Karena setiap perbuatan bergantung pada niat, maka perbanyaklah niat-niat yang baik. Setiap niat baik dihitung pahala di sisi Allah SWT. Berbeda dengan niat buruk yang baru dinilai dosa ketika seseorang benar-benar melakukannya. Selalu berniat baik berarti memberikan sugesti positif pada diri. Inilah ciri khas orang beriman yang selalu berfikir positif dalam hal apa pun.