Selasa 14 Oct 2014 17:29 WIB

Catatan Evaluasi Haji 2014 (1)

Jamaah haji di Tanah Suci Makkah, Arab Saudi.
Foto: Republika/Yogi Ardhi/ca
Jamaah haji di Tanah Suci Makkah, Arab Saudi.

Oleh: Zaky Al Hamzah      

Pelaksanaan haji 2014 berakhir sudah. Lebih dari dua juta umat Islam mulai beranjak pulang ke negara masing-masing. Tangis haru menjadi tanda perpisahan hamba yang baru saja mencicipi syahdunya rumah sang Khalik.

Gubernur Makkah Pangeran Mishaal bin Abdullah mengklaim pelaksanaan haji tahun ini berjalan sukses. Indikatornya, ungkap sang pangeran, jutaan jamaah bisa menunaikan rukun Islam dengan khusyuk dan nyaman. "Saya mengucap syukur kepada Allah SWT yang telah membantu para jamaah," ujarnya seperti dikutip Arabnews.

Bagaimana dengan jamaah haji Indonesia? Meski tidak banyak mengeluh, ada catatan-catatan yang bisa menjadi evaluasi pemerintah sebagai penyelenggara haji juga Arab Saudi sebagai tuan rumah. Kasus wanprestasi (ingkar janji), katering basi, dominasi jamaah dengan risiko tinggi (risti), hingga haji nonkuota harus menjadi perhatian.

Anggota Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Syamsul Ma’arif mengungkapkan, temuan wanprestasi  tersebut adalah bentuk keteledoran Panitia Pengelola Ibadah Haji (PPIH). Mestinya, mereka berhati-hati sedari awal dan tidak tergiur dengan harga murah.

Ia berharap, hal tersebut menjadi catatan perbaikan yang tak boleh terulang di tahun penyelenggaraan haji selanjutnya.

Wakil Ketua Tim Pengawas Haji dari DPR Sayed Fuad Zakaria mengungkapkan, wanprestasi pemondokan di Madinah merupakan masalah serius. “Meski jamaah haji menempati pemondokan sekelas hotel bintang tiga, masih saja ditemukan pemadatan,” katanya.

Secara umum, Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) Muhammad Jasin mengungkapkan, ada empat aspek yang akan dievaluasi pemerintah dalam melaksanakan penyelenggaraan haji reguler. Menurutnya, empat hal  kerap menyulut permasalahan tahunan dalam pelayanan terhadap jamaah haji Indonesia.

Pertama, etiket buruk pihak Arab Saudi dalam melakukan kerja sama dengan Pemerintah Indonesia sehingga rentan wanprestasi. Berikutnya,  pelayanan mental petugas haji yang fluktuatif. Cuaca ekstrem di Tanah Suci juga menjadi kendala.

Keadaan para jamaah yang didominasi usial lanjut dan berpendidikan formal rendah atau sama sekali tidak mengenyam pendidikan formal menjadi faktor terakhir yang harus dikelola oleh PPIH.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement