REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH – Sebanyak 17.000 jamaah haji Indonesia gelombang pertama ditempatkan di luar 650 meter dari Masjid Nabawi atau di luar markaziyah selama berada di Madinah oleh swasta Arab Saudi yang menyediakan akomodasi (majmuah) saat penyelenggaraan ibadah haji 2014.
Tidak hanya jaraknya jauh namun kondisinya juga dinilai banyak yang tidak layak. Letak hotel yang dekat Majid Nabawi sangat diharapkan karena selama sembilan hari di Madinah, jamaah antara lain melakukan ibadah arbain atau sholat lima waktu selama delapan hari tanpa putus.
Jika letak penginapan jauh maka akan menyulitkan jamaah untuk melaksanakan ibadah tersebut. Sementara itu jemputan bus yang diminta disediakan juga tidak pasti sehingga menyulitkan jamaah beribadah.
Ketika kasus ini muncul, Kepala Kantor Urusan Haji Daerah Kerja Madinah Nasrullah Jasman, mengatakan, penyedia akomodasi di Arab Saudi telah mengingkari perjanjian alias wanprestasi.
"Ketentuan penempatan jamaah haji di Madinah seluruhnya di dalam markaziah dan tidak boleh lebih dari 650 meter Masjid Nawabi. Dari awal sudah kita sepakati dan tidak ada masalah," katanya.
Ia mengatakan majmuah tersebut secara tiba-tiba menawarkan hotel yang berada di luar Markaziyah. "Sampai kemudian beberapa hari sebelum kedatangan jamaah ada majmuah yang menyatakan tidak sanggup. Namun, kita tidak bersedia karena kontrak yang ditandatangani harus di dalam markaziyah," katanya.
Para majmuah memberikan banyak alasan, antara lain hotel tidak ada izin operasi. Beberapa beralasan hotel berada di lokasi perluasan masjid Nabawi. "Alasan-alasan itu tidak bisa kami terima," ungkap Nasrullah.
Pada akhirnya Daker Madinah harus mencari jalan tengah dan mencari penginapan. Namun, ia mengakui, kondisi pemondokan di luar Markaziyah tak sebagus pemondokan yang berada di Markaziyah.