Ahad 23 Aug 2015 22:05 WIB

Mau Naik Haji, Petani Cukup Jual Cengkeh 5 Kg

Jamaah Haji tengah berkumpul di Pulau Onrust 1910-1029
Foto: Arsip Nasional RI
Jamaah Haji tengah berkumpul di Pulau Onrust 1910-1029

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sepanjang tahun 1853-1859, jumlah jamaah haji asal Nusantara meningkat dari 100 menjadi 3.000 setiap tahun. Pada tahun 1872, pemerintah Belanda membuka konsulat di Jeddah.

Dikutip buku Haji dari Masa ke Masa terbitan Kementerian Agama, tujuan dibukanya konsulat itu bukan untuk mempermudah pengurusan administratif haji. Sebaliknya, penjajah Belanda ingin mengawasi secara ketat pergerakan haji. Belanda khawatir, para tamu Allah ini akan menganggu ketertiban dan ketentraman wilayah jajahan.

Terlepas dari niatan buruk Belanda, animo umat Islam begitu besar. M.C Ricklefs mencatat semenjak dibukanya Terusan Suez pada 1869, jumlah haji asal Nusantara meningkat tajam. Kala itu, jumlah jamaah haji asal Nusantara rata-rata setiap tahunnya menembus angka 1.600 orang. Dekade berikutnya jumlahnya naik lagi menjadi 2.600 orang. Naik lagi menjadi 4.600 orang. Di akhir abad tersebut, jumlahnya mencapai 7.600 orang.

Pertanyaanya, berapa ongkos haji pada zaman itu?

Pemerintah Belanda melalui Koloniall Verslag tahun 1870 memberlakukan harga tiket kapal Jakarta-Jeddah 60 dolar Amerika Serikat. Sedangkan keberangkatan dari Padang, 50 dolar Amerika Serikat. Bagi mereka yang memanfaatkan kapal dagang, setiap jamaah diminta membayar f 105.

Harganya naik pada tahun 1881-1882, setiap calon haji dikenakan biaya 125 dolar Amerika Serikat. Kalau hanya pergi saja, harganya jauh lebih mahal yakni 150 dolar Amerika Serikat. Bagi calon haji yang memilih berangkat dari Singapura, mereka dikenakan biaya 110 dolar Amerika Serikat.

Dari segi perekonomian saat itu, biaya haji cenderung murah. Apalagi kala itu harga cengkeh melonjak tinggi per kilogramnya f 50. Bagi petani cengkeh, cukup mennjual 5.5 kg cengkeh untuk naik haji. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement