Jumat 25 Sep 2015 13:38 WIB

Tarekat Syattari Punya Tradisi Unik Rayakan Idul Adha

Rep: umi nur fadhilah/ Red: Taufik Rachman
Sapi limosin menjadi kurban di Hari Raya Idul Adha (ilustrasi).
Foto: Republika/Halimatus Sa'diyah
Sapi limosin menjadi kurban di Hari Raya Idul Adha (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Jamaah tarekat Syattari di Sumatra Barat (Sumbar) mempunyai tradisi unik merayakan Hari Raya Idul Adha. Tarekat Syattari yang merupakan pecahan dari Sattariyah ini, merayakan hari raya kurban pada Jumat (25/9) pagi.

Imam Syattari, Tuanku Zulkarnain mengatakan, usai melaksanakan shalat Id yang dilakukan di Masjid Tarantang, Kelurahan Andalas Barat, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatra Barat, para jamaah langsung menyembelih hewan kurban. Namun, ada tradisi unik sebelum hewan-hewan tersebut dikurbankan.

Para jamaah Syattari, sebelumnya menyiapkan kain kafan 2x0,5 meter, bedak, kaca, daun sirih, serta beras yang diletakkan di atas napan. Kain putih tersebut, digunakan untuk menutupi hewan kurban saat disembelih. Sementara nampan dengan isi yang sudah disiapkan, diletakkan tepat disamping hewan kurban.

Jamaah Syattari pada Lebaran Haji 1436 H mengorbankan enam ekor sapi. Sapi-sapi tersebut dibedaki di bagian muka, kemudian jamaah juga menyisir bulu-bulunya.

Sapi kurban kemudian dihadapkan pada kaca agar berkaca. Setelah itu, baru para jamaah menyembelih hewan-hewan kurban tersebut.

"Tradisi ini, meniru seperti Nabi Ismail sebelum dikurbankan ayahnya, Nabi Ibrahim, terlebih dahulu didandani," kata Tuanku Zulkarnain di Padang, Jumat (25/9). Dikatakannya, tradisi ini, telah dilakukan secara turun-menurun, semenjak Masjid Tarantang pertama kali didirikan, yaitu pada 1901.

Tarekat Syattari, kata Tuanku Zulkarnain, merupakan pecahan dari tarekat Sattariyah yang berpusat di Ulakan, Padang Pariaman, Sumbar. Ia mengatakan, guru dari tarekat Syattari merupakan murid dari Syeh Burhanuddin, yang dianggap sebagai sosok yang membawa tarekat Sattariyah.

"(Salah satu guru tarekat Syattari) Tuanku Sidi Jamadi, inilah yang membawa ke Masjid Tarantang ini," kata Tuanku Zulkarnain menjelaskan.

Bahkan, ia melanjutkan, penetapan 10 Dzulhijjah tarekat Syattari, sama dengan penetapan tarekat Sattariyah, berdasarkan perhitungan hisab takwin khamsiah atau penghitungan jumlah awal huruf tahun dan awal huruf bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement