Kamis 18 Aug 2016 04:51 WIB

Ratu Adil, Raja Jawa tanpa Mahkota, Cermin Diri HOS Tjokroaminoto

HOS Tjokroaminoto
Foto:
Sejumlah pelajar mengikuti Sekolah Kebangsaan di kediaman pahlawan H O S Tjokroaminoto di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (3/11).

Bagaimana sikap pemimpin SI terhadap perlakuan yang begitu membahana –seolah seperti Ratu Adil -- terhadap sang ketuanya? Pada umumnya baik para pengurus dan Tjokroaminoto sendiri pun menolaknya.

Dalam pidato pada Konggres SI di Bandung, Tjokroaminoto berkata: Walaupun hati kita penuh dengan harapan dan hasrat yang agung, tidak pernah bermimpi akan datangnya Ratu Adil atau keadaan-keadaan lain yang mustahil!

Dan pada kesempatan yang sama seorang pemimpin SI pun memperingatkan rakyat agar jangan mempercayai omongan para propaganda ‘mileranistis’. Ia pun mengingatkan kepada suatu pemberontakan mileranistis terkenal yang banyak menumpahkan darah orang yang tak berdosa (Pemberontakan Gedangan 1904 di sekitar Sidoarjo, Jawa Timur).

Jadi penolakan Tjokroaminoto dan para pengurus SI terhadap kepercayaan yang merindukan datangnya sosok Ratu Adil, Mesias, atau  mileranis itu dilakukan sepenuh kesadaran. Ini karena mereka mengerti gerakan itu pada ujungnya hanya akan memunculkan berbagai macam gerakan revolusioner primitif yang acap kai muncul di kalangan bangsa atau golongan yang kurang berpendidikan.

Penganut gerakan tersebut percaya bahwa akan segera tiba masyarakat yang seluruhnya baru yang akan melenyapkan kekurangan yang yang terdapat sekaligus. Maka Tjokroaminoto pun sadar bahwa kepercayaan itu adalah hal yang naif karena berkeyakinan buta akan tibanya seorang juru selamat yang diistilahkan akan membawa 'langit serta bumi yang baru'.

 Alhasil, baik Tjokroaminoto dan para pengurus SI --seperti yang ditulis majalan 'Kaoem Moeda' yang terbit pada buan Oktober 1914 secara tegas menyatakan bahwa SI tidak punya urusan apa-apa dengan masalah ini (soal munculnya paham dan  gerakan ratu adil) yang kala itu sudah memicu keributan di beberapa daerah seperi di Manonaya (Priangan).

Akhirnya, kewaspadaan, keikhlasan berjuang, dan pengorbanan yang ada di dalam sosok Tjokroaminoto itulah yang perlu dicontoh para calon haji sepulangnya mereka dari tanah suci. Ini karena, mau tidak mau, seorang Muslim paripurna adalah sudah pasi akan dituntut menjadi pemimpin baik itu untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement